Jakarta – Sejumlah layanan yang disediakan industri jasa keuangan melalui digitalisasi memungkinkan perpindahan aset keuangan dalam waktu cepat. Jumlah aset yang bisa dipindahkan, bahkan ke luar negeri pun sangat besar. Pilihan instrumen asetnya pun makin beragam. Pelaku financial crime (kejahatan keuangan) memilih sejumlah alternatif agar transaksi tidak terdeteksi. Upaya pelaku jasa keuangan untuk mencegah tindak pindah pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan teroris (TPPT) makin menantang di era digital.
“Tantangan industri jasa keuangan makin hari makin besar. Pelaku kejahatan keuangan mengincar produk-produk jasa keuangan untuk memindahkan hasil kejahatannya. Maka itu hasil tindak pidana kejahatan masuk ke jasa keuangan harus dapat dicegah,” ungkap Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaaan PPATK Danang Tri Hartono dalam Webinar OJK Institute bertajuk “Preventing and Combating Financial Crime in Financial Services Industry”, Kamis, 9 Juni 2022.
Danang mencontohkan, marketplace atau e-commerce bisa menjadi platform yang dimanfaatkan pelaku kejahatan keuangan. Misalnya, tindakan penyuapan bisa dilakukan dengan melakukan transaksi di e-commerce. Polanya, penyuap melakukan pembelian barang melalui e-commerce, dan barangnya kemudian langsung dikirim ke pihak penerima suap. Transaksi seperti ini tentunya sulit dideteksi sebagai transaksi yang tidak wajar.
Misalnya, kata dia transaksi narkoba yang dilakuan melalui platform pemesanan hotel. Pembeli melakukan pembayaran hotel, padahal bisa jadi pemilik “hotel” tersebut adalah bandar narkobanya. Beberapa e-commerce juga mempunyai new payment method yang perlu diidentifikasi kerawanannya.
“Dari sisi perbankan bagaimana melihat ini? Ini terputus transaksinya, yang terlihat di perbankan, pembeli narkoba melakukan pembayaran ke e-commerce atau marketplace. Bandar narkotika yang memiliki hotel. Terbacanya tentu transaksi yang biasa. Ini harus menjadi perhatian kita,” tukasnya.
Untuk melakukan pencegahan, Danang menekankan pentingnya industri jasa keuangan mengedepankan profiling customernya. Custimer profile menjadi menjadi “golden key”. Profil customer ini juga bersifat dinamis, maka pengkinian data harus sering dilakukan secara rutin.
Pemerintah dan swasta juga harus bisa berkolaborasi untuk mengembangkan lingkungan industri yang comply terhadap aturan. Sedangkan dari sisi regulasi, perlu ada pendekatan yang fleksibel terhadap inovasi, tentu tetap harus berdasarkan risk based approach. (*) Ari Astriawan