Opini

Jangan Banyak Mimpi, Sudah Waktunya Bangun

oleh Eko B. Supriyanto

 

PEMERINTAH mulai bangun dari mimpinya dan mulai menghadapi kenyataan yang sesungguhnya. Kabinet Kerja hasil reshuffle terakhir dengan menghadirkan Sri Mulyani Indrawati (SMI) sepertinya membangunkan mimpi-mimpi yang disebar dan didukung oleh pasukan buzzer di media sosial—bahwa segalanya masih baik-baik saja.

Adalah SMI yang berani berbicara membumi dengan lebih santun ketimbang ketika awal menjadi menteri keuangan. Sementara, menteri-menteri yang lain masih sibuk dengan pencitraan dan bukan pada kinerja. Jika tak ada SMI di jajaran Kabinet Kerja, bisa jadi publik makin tak percaya dengan rezim ini.

Hal itu karena latar belakang perubahan kabinet tak muncul di permukaan. Pokoknya hak prerogatif presiden. Titik. Padahal, publik merasa ada beberapa menteri yang diganti bukan tak punya kinerja baik dan yang tidak diganti mempunyai kinerja baik.

Menurut pembicaraan di meja makan, saat ini ada empat faksi di kabinet: kelompok yang bisa membuat presiden tertawa terbahak-bahak, kelompok yang membuat presiden bermimpi, kelompok yang membuat presiden tersanjung, dan kelompok yang membuat presiden bangun dari mimpinya—yaitu SMI yang berbicara sesuai dengan kenyataan.

Sri Mulyani hadir untuk mengoreksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) yang kedua. Pemotongan dilakukan karena asumsi yang digunakan terlalu optimistis. Bisa jadi pemerintah terlalu bermimpi, tak melihat kenyataan ekonomi dunia yang sedang panas-dingin akibat penurunan harga komoditas dan minyak dunia. Tidak ada alasan Indonesia untuk belanja yang berlebihan dengan asumsi penerimaan pajak yang ambisius.

Pemotongan anggaran yang tertuang dalam APBN-P 2016 yang mencapai Rp133,8 triliun, yang terdiri atas anggaran kementerian Rp65 triliun dan Rp68,8 triliun, merupakan indikasi bahwa penerimaan sulit dicapai.

Program tax amnesty yang diunggulkan dan ditargetkan akan mampu menerima pendapatan pajak baru sebesar Rp165 triliun menjadi tumpuan. Namun, jika melihat pergerakan penerimaan pajak yang lambat, tak akan mencapai target sebesar itu. Sampai dengan akhir September, bisa jadi hanya akan diperoleh angka Rp3 triliun. Sisanya masih dalam tanda tanya besar.

Diperkirakan, dengan langkah pemotongan anggaran sebesar Rp133,8 triliun, sulit rasanya target perolehan sebesar Rp165 triliun. Dengan demikian, pada 2017 anggaran akan makin ketat. Jika mimpi belanja terus terjadi, langkah paling gampang adalah meminjam, baik dari luar negeri mapun dalam negeri. (Selanjutnya : Sektor perbankan kini juga dalam kondisi yang tidak mudah….)

Page: 1 2

Paulus Yoga

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

5 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

5 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

7 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

7 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

8 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

9 hours ago