Opini

Jangan Banyak Mimpi, Sudah Waktunya Bangun

Sektor perbankan kini juga dalam kondisi yang tak mudah. Kredit bermasalah perbankan selama dua tahun terakhir ini terus meningkat, baik secara volume maupun persentase. Pada Juni 2016 posisi non performing loan (NPL) mencapai 3,05% atau naik dari periode yang sama 2015 yang sebesar 2,47%. Posisi NPL Juni 2016 itu merupakan posisi NPL tertinggi sejak krisis perbankan pada 1998/1999 dan krisis 2008 (3,8%).

Sektor-sektor yang NPL-nya di atas NPL nasional adalah sektor pertambangan, konstruksi, industri pengolahan, perdagangan besar, dan rumah tangga. Sehingga, bank-bank yang selama ini tumbuh dengan sektor tersebut mengalami masalah. Segmen korporasi merupakan segmen yang paling besar terkena NPL, yang menyebabkan bank-bank besar di bank umum kegiatan usaha (BUKU) 4 dan 3 mengalami tekanan laba.

Bank Indonesia (BI) telah melakukan koreksi atas pertumbuhan kredit pada 2016 yang diperkirakan hanya tumbuh 7%-9% dari target sebelumnya 10%-11%.  Pemangkasan proyeksi kredit ini sudah kali kedua setelah sebelumnya diperkirakan 11%-13%. Pemangkasan pertumbuhan kredit ini didasari koreksi atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9%-5,3% dari sebelumnya 5,1%-5,4%.

Pertumbuhan kredit pada semester pertama tahun ini (year to year atau yty) hanya sekitar 8,89% dan pertumbuhan kredit year to date atau ytd hanya 2,72%. Sejak 2011, pertumbuhan kredit mengalami perlambatan. Pada 2011 sampai dengan 2015 rata-rata pertumbuhan kredit sebesar 18,46%. Bahkan, pada periode 2011-2013 pertumbuhan kredit di atas 20%. Posisi kredit perbankan per Juni 2016 tercatat Rp4.099 triliun.

Pertumbuhan ekonomi yang melambat sejak 2012 hingga akhir 2015 akibat penurunan permintaan komoditas dunia menimbulkan ketidakpastian. Pada 2012 pertumbuhan ekonomi tercatat 6,03% dan terus menurun hingga akhir 2015 menjadi 4,79%. Pada semester pertama tahun ini membaik menjadi 5,1%, tapi masih di bawah prediksi sebelumnya.

Angka-angka kredit, pertumbuhan ekonomi, dan pola kerja pemerintah yang lebih takut media sosial dibandingkan dengan kenyataan yang terjadi membuat situasi masih penuh ketidakpastian. Bisa jadi ekonomi ke depan lebih sulit, pemerintah lebih mementingkan tahun 2019 daripada memperbaiki kinerja ekonomi.

Bisa jadi juga Sri Mulyani Indrawati sendiri—sementara menteri-menteri yang lain masih terus bermimpi dan membangun citra untuk 2019. Kini sudah waktunya bangun dan tak bermimpi terus dengan janji-janji terus. Maka, bagi kita semua, cash flow is the king. Karena, kenyataannya, ekonomi makin sulit, kendati dihibur dengan guyonan Mukidi yang tiba-tiba jadi virus. (*)

 

Penulis adalah Pimpinan Redaksi Majalah Infobank

Page: 1 2

Paulus Yoga

Recent Posts

Apindo Tolak Kenaikan PPN 12 Persen: Ancam Daya Beli dan Pertumbuhan Ekonomi

Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More

3 hours ago

Jelang Akhir Pekan, IHSG Ditutup Menghijau ke Level 7.195

Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More

3 hours ago

BI Laporkan Uang Beredar Oktober 2024 Melambat jadi Rp9.078,6 Triliun

Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More

4 hours ago

IIF Raih Peringkat Gold Rank pada Ajang Penghargaan ASRRAT

Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More

4 hours ago

Hyundai New Tucson Mengaspal di RI, Intip Spesifikasi dan Harganya

Jakarta – Menjelang akhir 2024, PT Hyundai Motors Indonesia resmi merilis new Tucson di Indonesia. Sport Utility Vehicle (SUV)… Read More

4 hours ago

Bahana TCW Apresiasi Langkah BI Jaga Stabilitas Rupiah Pasca Kemenangan Trump

Jakarta - Donald Trump telah kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada Pemilu yang… Read More

4 hours ago