Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah tengah memonitor pergerakan harga minyak dunia. Harga minyak dunia yang terus turun, menjadi pertimbangan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi
“Harga minyak kita kan masih di bawah harga subsidi, jadi tentu akan dimonitor keberlangsungannya daripada penurunan harga minyak,” kata Menko Airlangga.
Harga minyak dunia turun ke bawah level US$100 per barrel. Penurunan itu salah satunya dipicu kekhawatiran pasar atas melambatnya pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara yang bisa berdampak pada permintaan minyak.
Direktur Eksekutif Reforminer Komaidi Notonegoro mengatakan, ada dua variabel utama BBM bersubsidi, yaitu harga minyak dan nilai tukar rupiah. Kemudian pergerakan harga minyak dunia dan pandangan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi adalah hal yang wajar, namun tentu ada regulasinya.
“Iya saya kira itu satu hal yang biasa ya, di regulasinya sudah ada ya, jadi tinggal dilihat kira-kira pergerakan harga di beberapa waktu terakhir seperti apa kalau didalam regulasi yang ada kan dari tanggal 24 Januari misalnya sampai ke 25 Februari itu untuk menentukan harga di Maret, nah tentu kalau yang sekarang berarti dihitung mundur dari tahun 2022 semestinya,” ujar Komaidi dikutip 31 Januari 2023.
Harga BBM bersubsidi pertalite kata Komaidi, dengan kualitas yang sama oleh Badan Penyalur BBM lain, harganya masih di bawah.
“Tetapi intinya kalau dengan harga BBM yang turun kira-kira di kisaran berapa, mestinya tidak jauh-jauh dari harga yang dijual di pesaing. Kan sekarang juga sudah ada yang ron 90 yang pelaku lain, sehingga tinggal dilihat kalau mereka jual dua Rp12.000 sementara kita jualnya Rp10.000, berarti kan memang belum turun, maksudnya dalam artian masih ada ruang subsidi sebesar dua ribu yang dikeluarkan oleh pemerintah,” jelas Komaidi.
Sementara itu, Pemerintah memutuskan mempertahankan pemberian subsidi energi di tengah krisis energi global pada 2023 untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri dalam upaya pemulihan ekonomi.
Pada 2023, pemerintah telah menetapkan target subsidi energi sebesar Rp209,9 triliun dengan rincian Rp139,4 triliun untuk bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji (LPG), serta Rp70,5 triliun untuk subsidi listrik.
Selain pertalite, Menko Airlangga yang juga Ketum Golkar ini menambahkan, pemerintah juga akan melihat efektifitas penggunaan campuran BBM solar dengan biodiesel sebanyak 35% atau B35. Kebijakan itu diyakini bisa mengurangi impor solar dan juga menekan jumlah subsidi yang dikucurkan pemerintah untuk jenis BBM tersebut.
Menanggapi hal itu Komaidi mengingatkan dua hal, yaitu penggunaan biodiesel dari produk sawit yang juga kadang sulit didapatkan, kemudian kesesuaian bahan bakar ini pada industri.
“Misalkan asosiasi pengguna mengeluhkan atau memberikan catatan terhadap kinerja bio dieselnya karena kandungan airnya misalnya kalau di truk diidentifikasi ada potensi untuk menyebabkan korosi di tangki BBM, di listrik juga pembangkit mungkin juga ada problem yang mirip-mirip begitu ya, mungkin problem nya agak berbeda lokasi tetapi secara umum sama yaitu masalah korosi,” pungkas Komaidi. (*)