Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) menyebut Pooling Fund Bencana (PFB) telah memasuki tahap operasionalisasi dengan dana awal sebesar Rp7,3 triliun pada tahun 2023.
Saat ini, regulasi teknis sedang disusun untuk mendukung pengumpulan, pengembangan, dan penyaluran dana PFB. Untuk itu, BKF dan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menggelar sosialisasi PFB dengan tema Inovasi Pembiayaan Risiko Bencana dalam Memperkuat Ketahanan Pemerintah Daerah Terhadap Bencana.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki risiko tinggi dalam kerugian akibat bencana, baik bencana alam maupun non-alam. Namun, kemampuan pemerintah dalam menyediakan pembiayaan untuk bencana dengan dampak yang besar cenderung terbatas.
Baca juga: Kemenkeu Gali Potensi Keuangan Publik Islam untuk Perekonomian RI
Hal ini mendorong pemerintah untuk menyusun Strategi Pembiayaan dan Asuransi Risiko Bencana (PARB) dengan PFB sebagai instrumen utamanya. PFB merupakan dana bersama penanggulangan bencana yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021, dikelola oleh BPDLH.
Skema PFB mengumpulkan dana dari berbagai sumber untuk dikembangkan dan disalurkan dalam program penanggulangan bencana, baik tahap pra bencana, darurat bencana dan pasca bencana termasuk transfer risiko melalui mekanisme asuransi guna mengurangi dampak kerugian ekonomi akibat bencana baik di level pemerintah pusat maupun daerah.
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Kepala Pusat Kebijakan APBN), BKF, Kemenkeu Wahyu Utomo, dalam pidato kuncinya mengungkapkan strategi PARB telah mentransformasi pembiayaan risiko bencana, dari yang sebelumnya bergantung penuh pada APBN/APBD dan bersifat reaktif menjadi lebih proaktif melalui bauran instrumen pembiayaan.
“Kapasitas pendanaan bencana dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dan inovatif. Pengumpulan dana juga melibatkan sumber-sumber pendanaan lainnya, seperti donor internasional dalam bentuk hibah dan dana perwalian. Dengan strategi PARB Pemerintah dapat lebih siap menghadapi risiko bencana yang terus meningkat.” ujar Wahyu Utomo dalam keterangan resmi, Rabu, 9 Oktober 2024.
Sejalan dengan itu, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB Agus Wibowo mengatakan, PFB diharapkan menjadi mekanisme pembiayaan inovatif yang berkelanjutan. Hal ini merupakan solusi yang ditawarkan Pemerintah untuk menciptakan dana bersama yang dapat diandalkan dalam menghadapi bencana besar di masa depan.
“Melalui skema Pooling Fund Bencana, Pemerintah Pusat dan Daerah dapat menyisihkan dana secara yang kemudian diinvestasikan dalam berbagai instrumen keuangan,” katanya.
Menyikapi situasi saat ini, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB juga menyebutkan pembiayaan penanggulangan bencana perlu direncanakan secara terpadu. Oleh karena itu, PFB dapat mendukung pengurangan risiko bencana secara komprehensif dan terstruktur.
Baca juga: Indonesia Mau Keluar dari Jebakan Middle Income, Kemenkeu Beberkan Syaratnya
Kejadian bencana di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan iklim dunia maupun fenomena alam yang berujung pada bencana. Kejadian bencana tersebut berdampak besar pada besarnya kerugian material dan sosial yang ditanggung pemerintah dan masyarakat.
Sementara itu, Direktur Penyaluran Dana BPDLH Damayanti Ratunada menyampaikan, PFB tidak hanya memberikan pendanaan kepada Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah, tetapi juga memungkinkan komunitas masyarakat untuk mengajukan proposal pembiayaan kegiatan penanggulangan bencana melalui Pemerintah Daerah. Namun demikian, proposal dari komunitas masyarakat nantinya membutuhkan verifikasi dan validasi dari Pemerintah Daerah.
“Partisipasi Pemerintah Daerah dalam PFB bukanlah beban, melainkan wujud komitmen bersama untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan menghadapi bencana,” terangnya. (*)
Editor: Galih Pratama