Tujuan yang ingin dicapai ini dilatarbelakangi kondisi pelayanan saat ini yang belum optimal. Misalnya saja, perizinan masih bersifat parsial dan tidak terintegrasi, sekuensial (berurutan), belum seluruhnya menggunakan teknologi informasi (online), waktu penyelesaian dan biaya perizinan yang tidak jelas, serta paradigma di tubuh birokrasi sendiri sebagai “pemberi izin” dan belum “melayani”.
Baca juga: Pemerintah Sanggupi Kenaikan Dana Parpol
Di samping itu, beberapa indikator juga menunjukkan bahwa kinerja realisasi investasi, meski tumbuh tetapi masih di bawah target yang ditetapkan. Seperti investasi dunia ke Indonesia masih rendah (1,97 persen) dengan rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar USD1.417,58 miliar, capaian target rasio investasi sebesar 32,7 persen (2012-2016), di bawah terget RPJMN sebesar 38,9 persen pada tahun 2019.
Lalu realisasi investasi masih rendah dibandingkan dengan pengajuan/komitmen investasi untuk PMA 27,5 persen dan PMDN 31,8 persen (2010-2016), dan belum seimbangnya wilayah investasi di mana investasi di Jawa di atas 50 persen dibandingkan dengan Luar Jawa. Oleh sebab itu, kendati Indonesia sudah masuk sebagai negara layak investasi, namun realisasi dan kecepatan untuk mulai berusaha belum seperti yang diharapkan. Untuk itulah, pemerintah berupaya untuk melakukan percepatan pelaksanaan berusaha yang akan ditetapkan dalam bentuk Perpres dan realisasinya akan dilakukan dalam beberapa tahap. (*)
Editor: Paulus Yoga