Perusahaan mikro dan kecil mayoritas memilih membiayai usahanya dari sumber-sumber tradisional, seperti suntikan modal dari keluarga, kerabat, atau lembaga informal, saat kepepet. Itulah ciri khas mayoritas pelaku usaha mikro dan kecil yang sangat hati-hati, tapi di lain sisi memiliki kendala untuk berkembang atau meningkatkan skala usahanya lebih cepat. Apabila problematika yang dihadapi UMKM 60 persennya adalah faktor permodalan, maka menihilkan peranan pembiayaan dari perbankan akan memperlambat perkembangan UMKM.
Karena faktor tersebut, pemerintah dan regulator telah mendorong lembaga keuangan dan perbankan agar memperluas aksesnya, terutama untuk mengucurkan pembiayaan ke sektor UMKM. Bank Indonesia (BI) sudah mewajibkan bank umum untuk mengalokasikan kredit UMKM secara bertahap hingga minimum 20 persen pada 2018.
Baca juga: KUR Produktif untuk Industri Kecil
Begitu juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang telah membuka keran bagi perusahaan pembiayaan untuk bisa memberikan pembiayaan langsung kepada pelaku UMKM. Pemerintah pun terus melanjutkan program kredit agar pelaku UMKM mudah mendapatkan akses pembiayaan. Misalnya, Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan sejak 2007 dengan skema penjaminan kredit dari perusahaan penjaminan kepada bank-bank yang menyalurkan KUR.
Ke depan kredit perbankan yang terus tumbuh tentunya akan menambah kucuran kredit ke UMKM. Karena ini menjadi tantangan bagi bank-bank yang tidak semuanya mengetahui pasar di segmen UMKM, maka skema penjaminan kredit dan pemeringkatan UMKM yang dilakukan Perum Jamkrindo sebagai perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) menjadi suplemen untuk pengembangan UMKM di Indonesia. (Bersambung ke halaman berikutnya)