Oleh Chandra Bagus Sulistyo
USAHA mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih jadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2023, meski dibayangi kondisi perlambatan ekonomi global. Ekonomi global diperkirakan masih melambat dengan pertumbuhan sebesar 3% dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 3,5%. Hal tersebut dikemukakan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) dalam laporan World Economic Outlook.
Bahkan, Global Economic Prospect yang dikelola World Bank edisi Juni 2023 menyatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia 2023 akan melambat secara substansial menjadi 2,1% di tengah perlambatan ekonomi Tingkok serta pengetatan kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi di negara maju, dan permintaan eksternal yang lemah diperkirakan akan membebani pertumbuhan di emerging and developing countries.
Lalu, bagaimana dengan perekonomian nasional kita? Ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2023 terus tumbuh di atas ekspektasi pasar sebesar 5,17% (year on year/yoy). Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekonomi tersebut masih disebabkan tingginya belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga. Memperhatikan sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen pengeluaran konsumsi pemerintah sebesar 10,62%, diikuti lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga sebesar 8,62% dan komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 5,23%.
Sementara, jika memperhatikan lapangan usaha di kuartal kedua 2023, pertumbuhan terjadi di semua lapangan usaha. Adapun, lapangan usaha dengan pertumbuhan tertinggi adalah transportasi dan pergudangan sebesar 15,28%, diikuti jasa kesehatan dan kegiatan sosial sebesar 8,27% serta konstruksi sebesar 5,23%.
Baca juga: Manfaatkan Cloud dan AI, UMKM Berpotensi Hasilkan Rp79,6 T per Tahun
Yang menarik dari potret kinerja pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2023 adalah engine pertumbuhan ekonomi berdasarkan struktur produk domestik bruto (PDB) masih didominasi pengeluaran konsumsi rumah tangga, di mana lebih dari separuh PDB Indonesia, yaitu sebesar 53,31%. Diikuti pembentukan modal tetap bruto sebesar 27,90% serta ekspor barang dan jasa sebesar 2,22%. Konteksnya ialah bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal kedua 2023 tersebut sebagian besar didorong kontribusi dari para pelaku UMKM nasional.
Fenomena tersebut mengukuhkan bahwa UMKM masih menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi nasional. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (2022) mencatat, kontribusi lebih dari 64 juta pelaku UMKM terhadap PDB mencapai 61,97% dengan total senilai lebih dari Rp8.500 triliun. Tak hanya itu, kontribusi UMKM juga dapat menyerap 97% total tenaga kerja yang ada dan menghimpun sampai dengan 60,4% dari total investasi yang ada (Infobank, 12/09/2023).
Pemberdayaan UMKM
Menyadari peran strategis UMKM tersebut, kiranya pemerintah melalui kementerian/lembaga/instansi terkait dapat melakukan pemberdayaan secara komprehensif sehingga mampu mewujudkan UMKM menuju Go Modern, Go Digital, dan ujung-ujungnya bermetamorfosis menjadi Go Global.
Bicara UMKM Go Modern, teridentifikasi dari dua fase, yaitu fase produksi dan fase proses. Pada fase produksi, pelaku UMKM diharapkan mampu lebih produktif dalam aktivitas yang digelutinya. UMKM dituntut meningkatkan volume produksinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan mesin-mesin modern yang makin canggih dan cepat serta pembukuan yang memanfaatkan aplikasi teknologi informasi (TI). UMKM harus terbuka dengan berbagai inovasi baru yang terus bermunculan.
Daya saing produk UMKM harus terus dibenahi dari sisi kualitas produk. Hal yang perlu diperbaiki, yakni berkaitan dengan bahan, finishing produk, keahlian, konsistensi standar, dan kemasan dengan brand identity yang kuat. Saat hasil produksinya meningkat, maka UMKM dapat menjaga cashflow sehingga pembayaran pembiayaan (pinjaman bank) dapat dilakukan dengan lancar.
Berikutnya adalah fase proses. Pada fase proses, UMKM diharapkan lebih kreatif dan inovatif. Untuk mewujudkan hal tersebut, UMKM harus dapat membuat produk/jasa mereka mempunyai value added dari local wisdom. Brand identity tak hanya bisa ditonjolkan dari kemasan produk, tapi juga dari keunikan dan inovasi produk.
Produk yang unik sudah pasti akan mencuri perhatian, sekalipun harganya terbilang mahal. Caranya ialah dengan mengadopsi kekayaan budaya lokal Indonesia dan menampilkannya dengan tampilan yang kontemporer. Budaya lokal di setiap daerah pastinya memiliki karakter tersendiri sehingga produk UMKM akan memberi warna yang unik.
Baca juga: Asosiasi UMKM Lega TikTok Shop Dilarang di Indonesia
Kemudian, Go Digital. Ini merupakan fase retail yang bertujuan agar UMKM mudah dijangkau pasar. Pada koridor Go Digital, saatnya UMKM menggunakan digitalisasi untuk meningkatkan ekspansi bisnisnya. Digitalisasi akan lebih mengoptimalkan produksi serta efisiensi proses yang ada. Contoh digitalisasi oleh UMKM adalah penggunaan point of sales (POS) yang merupakan sebuah program untuk transaksi penjualan bagi retail, social media untuk pemasaran, ataupun sistem digital manajemen terhadap stock barang.
Tujuan akhirnya ialah membentuk UMKM Go Global. Dalam Go Global terdapat fase marketing. Urgensi dari fase ini adalah menjadikan UMKM sebagai jawara di subbidangnya masing-masing. UMKM harus berwawasan global. UMKM harus kreatif dalam mencari terobosan-terobosan inovatif agar punya value added.
Untuk itu, diperlukan sinergi yang apik antara pemerintah, Bank Indonesia (BI), perbankan, perusahaan e-commerce, beserta UMKM Indonesia untuk dapat menembus pasar global melalui e-marketplace. Penjualan melalui e-commerce menjadi bridging pelaku UMKM menuju Go Global. Karena, saat ini bertransaksi di dunia maya sudah jadi kebutuhan dan bagian dari new model business UMKM menuju Go Global.
Tantangan Pelaku UMKM
Meski saat ini UMKM mampu mendorong mesin pertumbuhan ekonomi, keberadaannya masih memerlukan penguatan di beberapa sisi pelaku usaha. Penguatan tersebut terkait dengan akses permodalan, kapabilitas sumber daya manusia (SDM), TI, dan pemasaran.
UMKM harus mendapatkan kemudahan akses permodalan. Pemerintah secara solutif mempermudah akses pembiayaan melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR memberi warna bagi UMKM dalam kebutuhan modalnya. Berbagai keunggulan KUR antara lain satu, tingkat bunganya relatif kecil. Bagi usaha supermikro, KUR memberi tingkat bunga 3%, sedangkan untuk KUR mikro dan kecil berjenjang antara 6% hingga 8%, tergantung pada sektor usahanya dan berapa kali pelaku usaha mendapatkan KUR yang ada.
Dua, KUR tanpa jaminan. Sasaran KUR adalah pelaku usaha yang feasible, tapi belum bankable. Kriteria calon debitur feasible adalah calon debitur yang memiliki usaha dengan prospek usaha yang bagus serta kemampuan untuk mengembalikan pinjaman. Sedangkan, kriteria calon debitur yang tidak bankable adalah calon debitur yang tidak memiliki agunan yang cukup sesuai dengan ketentuan perbankan. Oleh karena itu, KUR supermikro dan mikro bisa didapatkan pelaku UMKM dengan tanpa jaminan.
Tiga, syarat yang simple. Filosofi KUR memang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai lapak usaha dan mengembangkannya. Sehingga, ketika skala usahanya masih kategori supermikro, syarat pelaku usaha mendapatkan KUR tidak harus dibatasi dengan enam bulan. Kurang dari enam bulan, pelaku usaha bisa mendapatkan KUR supermikro asalkan mengikuti program pendampingan (formal atau informal) atau tergabung dalam suatu kelompok usaha, atau memiliki anggota keluarga yang telah memiliki usaha.
Baca juga: Malware Makin ‘Menggila’ Susupi Aplikasi Bisnis UMKM, Begini Siasat Mencegahnya
Setelah akses permodalan, yang jadi tantangan UMKM adalah peningkatan kapabilitas SDM pelaku UMKM. Peningkatan kapabilitas dapat melalui balai pelatihan (program prakerja), menjadi mitra binaan korporasi, serta aktif dalam asosiasi pengembangan keterampilan pelaku usaha.
UMKM saat ini membutuhkan strategi pemasaran produk karena strategi tersebut dapat memperkenalkan produk dan layanan mereka kepada konsumen secara komprehensif. Selama strategi pemasarannya tepat, pelaku UMKM dapat meningkatkan penjualan, yang pada akhirnya menghasilkan profit yang besar.
Selain itu, pemerintah dengan kementerian/lembaga/instansi dapat segera melakukan sinergi dan/atau kolaborasi untuk mewujudkan penguatan UMKM agar naik kelas. UMKM naik kelas menjadi prasyarat UMKM untuk tumbuh berkembang dan besar. Bahkan, Presiden Jokowi secara resmi meluncurkan Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas. Tujuannya, agar para pengusaha besar dan UMKM kompak, khususnya dalam menghadapi kondisi ekonomi global yang tak menentu.
Berikutnya, pemenuhan TI bagi UMKM. TI diperlukan sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses bisnis dan operasional UMKM. TI membuat pelaku UMKM mengubah pengelolaan bisnisnya dari praktik konvensional ke modern, mulai dari urusan administrasi, keuangan, kepegawaian, hingga pemasaran.
Harapannya, melalui pemberdayaan dan solusi atas tantangan UMKM yang ada, mereka makin tangguh dan kuat sehingga bisa menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan menuju Indonesia Maju 2045. Semoga!
Menyadari peran strategis UMKM tersebut, kiranya pemerintah melalui kementerian/lembaga/instansi terkait dapat melakukan pemberdayaan secara komprehensif sehingga mampu mewujudkan UMKM menuju Go Modern, Go Digital, dan ujung-ujungnya bermetamorforsis menjadi Go Global.
*) Penulis adalah Business Incubation & Stakeholder Management Departement Head Division Business Program BNI.