Pembentukan Bank Umum Syariah Baru Lebih Urgensi Dibanding Revisi Qanun Aceh

Pembentukan Bank Umum Syariah Baru Lebih Urgensi Dibanding Revisi Qanun Aceh

Jakarta – Rencana revisi Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) masih menuai pro kontra dari berbagai kalangan masyarakat di Aceh. Revisi ini muncul imbas dari error layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) beberapa waktu lalu.

Menurut Pengamat Ekonomi Syariah dari Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono, pilihan terbaik bagi masyarakat Aceh saat ini adalah bukan merevisi Qanun LKS, namun mendorong persaingan yang lebih sehat.

“Alih-alih merevisi Qanun LKS dan mengizinkan kembali bank konvensional di Aceh, menurut saya akan jauh lebih baik bila masyarakat Aceh menuntut pemerintah agar segera membentuk bank BUMN syariah baru di Aceh sebagai kompetitor BSI,” kata Yusuf ketika dihubungi Infobanknews, Kamis, 8 Juni 2023.

Dia menilai, pembentukan Bank Umum Syariah (BUS) baru selain BSI jauh lebih strategis. Karena mampu menghadirkan kompetisi yang sehat antar sesama bank syariah di Aceh.

“Kompetisi yang sehat antar sesama bank syariah yang besar ini krusial sekali, terutama bagi daerah seperti Aceh yang hanya memiliki layanan bank syariah saja,” ungkapnya.

Masih menurutnya, peluang lahirnya BUS sangat besar bisa terwujud. Caranya dengan melakukan spin off BTN Syariah. Bank pelat merah dengan konsep syariah ini memang sudah selayaknya segera di-spin off dan menjadi BUS.

“Bisa dibesarkan dengan melakukan injeksi modal yang signifikan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Dengan begitu, BTN Syariah akan menjadi pesaing yang kredibel bagi BSI,” kata Yusuf.

Namun, lanjut Yusuf, apabila opsi PMN tidak memungkinkan, alternatif kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah adalah memilih untuk mendorong konversi Bank BTN menjadi bank syariah.

“Langkah progresif ini dilakukan dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban BTN Syariah (UUS BTN) kepada Bank BTN yang kemudian melakukan perubahan kegiatan usaha menjadi bank syariah,” jelas Yusuf.

Kata Yusuf, langkah progresif membentuk bank BUMN syariah baru ini tak hanya akan efektif menghadirkan kompetitor kredibel bagi BSI, tapi juga sekaligus mendorong pengembangan ekosistem industri keuangan syariah dan ekosistem industri halal.

“BTN yang merupakan bank BUMN dengan aset terkecil di kisaran Rp360 triliun, sangat potensial dikonversi menjadi bank syariah karena berspesialisasi pada pembiayaan perumahan yang sangat mendorong kemajuan sektor riil secara luas, sehingga bisa meningkatkan pangsa perbankan syariah hingga menembus 10%,” ujar Yusuf.

Menurut Yusuf, sekitar 95% layanan keuangan dan perbankan di Aceh dilayani hanya dua bank, yaitu BSI dan Bank Aceh Syariah. Tak heran bila kemudian lumpuhnya BSI yang terjadi baru-baru ini, diikuti lumpuhnya aktivitas ekonomi Aceh.

“Seandainya tidak ada merger tiga bank BUMN Syariah pada 2021, seharusnya Aceh memiliki pilihan bank syariah besar yang lebih banyak selain Bank Aceh Syariah, yaitu BSM, BNI Syariah dan BRI Syariah,” ujarnya.

Diketahui, sejak Qanun LKS diberlakukan pada 2018, semua bank konvensional harus angkat kaki dari Aceh. Hanya bank syariah yang beroperasi.

Ada dua bank syariah besar yang beroperasi di Aceh, yakni Bank Aceh Syariah dan BSI. Selain itu, ada juga BCA Syariah dan BTN Syariah yang beroperasi di Bumi Serambi Mekkah.

Ke depan, Yusuf berharap jangan ada lagi merger antar bank BUMN syariah, seperti rencana akuisisi BTN Syariah oleh BSI.

“Sebagai market leader, bank BUMN syariah seharusnya dibiarkan tumbuh secara organik dan diberi kesempatan menjadi besar dengan berspesialisasi pada ceruk pasar yang berbeda,” tutupnya.(*)

Related Posts

News Update

Top News