Bogor – Direktur Infrastruktur dan Teknologi, Dilo Seno Widagdo, mengungkapkan konsumisi Liquified Petroleum Gas (LPG) Indonesia terus membengkak. Sampai-sampai Indonesia harus mengimpor LPG.
Tahun ini Indonesia diperkirakan melakukan impor LPG sebanyak 7 juta ton. Angka tersebut setara dengan 70% dari kebutuhan LPG tahun ini.
Padahal lanjutnya Indonesia memiliki potensi gas bumi yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar rumah tangga untuk memasak melalui jaringan gas (jargas) .
“Sayang gas bumi kita diekspor, sementara LPG harus diimpor dari luar negeri dengan harga yang mahal,” kata Dilo di Bogor, Sabtu, 11 November 2017.
Menurut data SKK Migas pada 2016, Indonesia sendiri sudah memproduksi gas bumi sebesar 1.418 BOEPD (Barel Oil Equivalen Per Day/Barel Setara Minyak Per Hari). Namun dari angka itu hampir 42% di ekspor ke luar Indonesia.
Pemerintah juga berencana mengoptimalisasikan pemanfaatan gas bumi dalam negeri dengan mengurangi ekspor gas bumi hingga 20% pada 2025. Lalu ekspor direncanakan berhenti pada 2036.
Dilo mengatakan, untuk merealisasikan target tersebut PGN bertugas untuk meningkatkan jumlah pelanggannya baik dari industri, pembangkit listrik, komersial dan UMKM serta rumah tangga.
“Untuk itu memang kita harus membangun pipa dari tengah laut sampai tengah kota. Tapi PGN punya komitmen untuk itu,” tambahnya.
PGN mencatat untuk jumlah pelanggan rumah tangga hingga 30 September 2017 tercatat sebanyak 177.170 pelanggan. Angka itu setara 0,4% dari total penjualan PGN.
Sementara penjualan untuk pelanggan industri dan pembangkit listrik mendominasi 97,1%, meskipun jumlahnya hanya 1.739 pelanggan. Sementara untuk pelanggan komersial dan UMKM sebanyak 2,5% dengan pelanggan sebanyak 1.984 pelanggan. (*)