Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mendorong konsolidasi perbankan, termasuk bank-bank daerah, untuk menyesuaikan dengan tuntutan perekonomian. Salah satu bentuk konsolidasi itu adalah kelompok usaha bank (KUB), yang juga berkaitan dengan peraturan modal inti minimum bank Rp3 triliun, yang bagi BPD deadline-nya akhir 2024.
Melalui skema KUB, bank-bank kecil yang bernaung di dalam satu bank besar sebagai induknya dimungkinkan hanya cukup memenuhi modal inti minimum Rp1 triliun, alias terhindar dari ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, KUB yang dibentuk harus lebih mewujudkan BPD sebagai suatu kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sehingga terbentuk standar yang sama di seluruh Indonesia. Misalnya, dari sisi governance dan infrastruktur teknologi informasi (TI).
“Pada hakikatnya, konsolidasi dilakukan bukan semata karena kebutuhan kebijakan, tapi karena tuntutan perekonomian. Misalnya, kita diprediksi akan menjadi negara ketiga atau kelima terbesar di dunia, tentu industri jasa keuangan kita, khususnya perbankan, harus merespons appropriate,” katanya dalam Pertemuan Industri Jasa Keuangan Tahunan di Jakarta, awal Februari lalu.
Sejauh ini, sudah ada Bank BJB sebagai bank daerah yang membentuk KUB dengan dua BPD lain yang sudah bergabung yaitu Bank Bengkulu dan BPD Sulawesi Tenggara (Bank Sultra). Bank BJB juga dikabarkan tengah mengajak Bank NTB Syariah untuk bergabung dalam KUB. Sementara, Bank DKI sedang berproses membentuk KUB dengan Bank Maluku Malut.
Konsolidasi antar-BPD sebetulnya sudah menjadi wacana sejak lama, jauh sebelum ada ketentuan modal inti minimum Rp3 triliun. Beberapa waktu lalu juga sempat muncul rencana untuk membentuk holding antarBPD se-Indonesia. Namun, sejumlah kendala membuat gagasan itu urung terwujud.
Alternatif lain untuk saat ini adalah konsolidasi BPD yang bisa saja dilakukan antarpulau. Dengan skema ini, satu BPD menjadi bank induk bagi BPD-BPD lain — yang modalnya masih kurang dari Rp3 triliun, yang terdapat dalam pulau yang sama.
Ambil contoh Kalimantan. Saat ini di Kalimantan terdapat empat BPD, yakni Bank Kaltimtara, Bank Kalbar, Bank Kalsel, dan Bank Kalteng. Dari empat BPD itu, Bank Kaltimtara dan Bank Kalbar modal intinya sudah di atas Rp3 triliun. Sedangkan Bank Kalsel dan Bank Kalteng belum mencapai Rp3 triliun, masing-masing modal intinya Rp2,03 triliun dan Rp1,84 triliun per September 2022.
Bank Kaltimtara yang memiliki modal inti Rp4,13 triliun per September 2022 merupakan BPD dengan modal terbesar se-Kalimantan. Bank ini berpotensi menjadi induk bagi BPD lain di Kalimantan yang modalnya belum mencapai Rp3 triliun.
Muhammad Yamin, Direktur Utama Bank Kaltimtara, menyatakan, bank yang dipimpinnya sangat siap seandainya menjadi induk BPD-BPD lain di Kalimantan yang modalnya belum mencapai Rp3 triliun. Kendati demikian, tambahnya, saat ini belum ada pembicaraan dengan pemegang saham ataupun BPD lain terkait dengan KUB BPD se-Kalimantan.
“Kalau ditanya siap atau tidak membentuk KUB, kita sih siap saja. Dari sisi permodalan (tahun ini) kita akan ada tambahan, yang diharapkan bisa mencapai KBMI 2 (bank dengan modal inti Rp6 triliun hingga Rp14 triliun). Tapi memang sejauh ini belum ada pembicaraan soal KUB dengan para pemegang saham atau BPD yang lain,” katanya kepada Infobank beberapa waktu lalu.
Sementara, Bank Kalbar per September 2022 bermodal inti Rp3,35 triliun. Hanya saja, kepada Infobank, Rokidi, Direktur Utama Bank Kalbar menjelaskan, pihaknya belum ada rencana untuk membentuk KUB karena akan fokus di internal Bank Kalbar. “Bagaimanapun saya harus concern ke internal dulu,” ujarnya kepada Infobank.
Di lain sisi, Bank Kalteng menyatakan membuka diri untuk bergabung dalam satu KUB. Direktur Keuangan, Operasional, & Teknologi Informasi Bank Kalteng, A. Selanorwanda, mengungkapkan, jika skema (penambahan modal) yang dilakukan manajemen belum cukup untuk memenuhi ketentuan modal inti, maka terbuka kesempatan untuk bergabung dalam KUB suatu bank.
“Ada beberapa skenario yang kami siapkan. Dan, tentu, bila kalkulasinya tidak sesuai dengan yang kami rencanakan, maka ber-KUB akan kami lakukan,” tukas Selanorwanda masih kepada Infobank.
Lebih jauh, industri perbankan di Kalimantan dihuni oleh 314 jaringan kantor bank dengan total aset Rp413,77 triliun per September 2022. Aset itu berkontribusi 22,46% terhadap total aset industri perbankan nasional. Sementara, secara kolektif, keempat BPD di Kalimantan tersebut, beraset Rp87,60 triliun atau menguasai market share 21,17% terhadap total aset perbankan di Kalimantan. Laporan selengkapnya baca di Majalah Infobank No.539, edisi Maret 2023. (*) Dicky F.