Jakarta — Kala resesi ekonomi datang mengancam, Bank Indonesia (BI) melonggarkan ketentuan Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) bagi Bank Umum Konvensional. Hal ini tertuang melalui Peraturan Bank Indonesia No. 22/15/PBI/2020.
Menanggapi aturan tersebut, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai langkah tersebut sebagai alarm pemerintah terkait instabilitas perbankan nasional. Namun demikian dia tak memungkiri saat ini permodalan perbankan masih sangat cukup dan kuat. Oleh karena itu dirinya menyebut langkah ini dinilai sebagai kewaspadaan yang berlebih dari Pemerintah.
“Ini alarm kewaspadaan stabilitas perbankan yang berada dalam kondisi yang urgent untuk diselamatkan jika situasi resesi terus memburuk,” kata Bhima ketika dihubungi oleh infobanknews di Jakarta, Kamis, 1 Oktober 2020.
Bhima menjelaskan, saat ini baik Loan Deposit Ratio (LDR) maupun Capital Adequacy Ratio (CAR) masih berada dalam level yang aman dan stabil. Adapun LDR per Agustus 2020 menurut data OJK berada di level 85,1% jauh lebih rendah dari posisi Desember 2019 yakni 94,4%. Sementara itu CAR perbankan di 23,1% per Agustus 2020 sedikit menurun tipis dari Desember 2019 di 23,4%.
Namun menurut Bhima, ada yang menjadi kendala di industri perbankan yakni Dana Pihak Ketiga (DPK) bank yang terus mengalami kenaikan 11,6% sementara pertumbuhan kredit hanya 1%. Hal ini tentunya membuat profitabilitas bank tergerus.
“Profitabilitas bank tergerus ke -18,3% (yoy) karena bank harus terus keluarkan biaya bunga sementara pendapatan dari kredit terganjal relaksasi dan rendahnya kredit baru,” jelas Bhima.
Menurutnya pembahasan PLJP BI yang proses permohonannnya dipercepat jelas mengindikasikan bank harus bersiap menghadapi situasi yang terendah. Hal ini bisa diartikan sebagai upaya pemerintah melakukan jaring pengaman agar selalu waspada.
Meski begitu Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko ketika dihubungi terpisah belum mau memberikan penjelasan terkait berapa bank yang sudah mengajukan permohonan PLJP. Menurutnya, pihaknya menetapkan aturan tersebut guna memperkuat stabilitas sistem keuangan.
“Intinya penyempurnaan ketentuan mengenai PLJP ini dilakukan sebagai upaya memperkuat stabilitas sistem keuangan di tengah tingginya tekanan terhadap perekonomian nasional dan stabilitas sistem keuangan sebagai dampak dari pandemi Covid-19,” kata Onny.
Sebagai informasi saja, pelonggaran aturan PLJP tertuang melalui Peraturan Bank Indonesia No. 22/15/PBI/2020 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/3/PBI/2017 tentang Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Konvensional, dan ketentuan Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek bagi Bank Umum Syariah (PLJPS).
Salah satu pokok penyempurnaan ketentuan ini ialah penyesuaian suku bunga PLJP menjadi Lending Facility (LF) + 100 bps sesuai dengan best practice, sementara itu Nisbah Bagi Hasil PLJPS tetap sebesar 80%.
Selain itu, peraturan tersebut juga mengalami beberapa penyesuaiaan di antaranya:
• Perluasan/penambahan agunan PLJP/PLJPS. Aset kredit/pembiayaan tidak lagi harus sepenuhnya dijamin oleh tanah dan bangunan dan/atau tanah.
• Aset Kredit/pembiayaan kepada pegawai.
• Aset kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dalam rangka stimulus COVID-19 dan agunan lain milik Bank dan/atau pihak lainnya.
• Percepatan proses permohonan PLJP/PLJPS dengan mengharuskan bank melakukan penilaian dan verifikasi terhadap agunan yang akan digunakan dalam permohonan PLJP/PLJPS. (*)
Editor: Paulus Yoga