Jakarta–Kondisi pemulihan indikator makroekonomi di 2016 bakal selaras dengan sikap agresif Bank Indonesia (BI) terkait kebijakannya baik suku bunga acuan (BI Rate) maupun Giro Wajib Minimum (GWM) yang memicu pelonggaran likuiditas perbankan.
Pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto, di Jakarta, Selasa, 22 Maret 2016. Menurutnya, perbaikan seluruh indikator makro sudah seharusnya direspons BI dengan menurunkan suku bunga acuannya.
“BI cukup agresif menurunkan BI Rate sebagai sikap akomodatif terhadap kondisi ekonomi,” ujar Ryan.
Selain itu, perbaikan fundamental ekonomi juga didukung oleh BI dengan menurunkan suku bunga deposit facility dan lending facility. “GWM Primer berdenominasi Rupiah juga turun. Ini bisa merelaksasi likuiditas yang sebelumnya mengetat,” tukasnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa peningkatan likuiditas perbankan tersebut diyakini akan mampu terserap pasar, terutama sektor infrastruktur yang saat ini menjadi program prioritas pemerintah. “Jadi, bank harus memperbesar volume kreditnya utamanya ke infrastruktur,” ucapnya.
Meski kredit bertumbuh signifikan, kata dia, sejauh ini industri perbankan tidak mengkhawatirkan berlanjutnya tren kenaikan loan to funding ratio (LFR). “Kami tidak khawatir dengan kenaikan LFR, karena likuiditas bisa bergerak masuk ke pasar modal,” tambahnya.
Ryan memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi di tahun ini akan berada di level 5,1% dengan pendorong utama dari sektor infrastruktur. “Investasi meningkat, tingkat konsumsi masyarakat juga semakin membaik,” tutupnya. (*)
Editor: Paulus Yoga