Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) saat ini sedang melemah. Sejak Mei 2024 lalu, kurs rupiah terhadap USD konsisten menyentuh angka di atas Rp16 ribu.
Adapun pelemahan nilai tukar ini disebabkan terhadap berbagai faktor, mulai dari tingginya inflasi di AS, ketidakstabilan kondisi geopolitik global, hingga belum jelasnya arah kebijakan suku bunga acuan di banyak negara.
Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) Benny Waworuntu mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah ini mempengaruhi kinerja industri asuransi. Salah satu dampaknya yaitu perolehan hasil investasi terhadap industri.
Baca juga : BI: Nilai Tukar Rupiah Menguat 1,21 Persen di Juli 2024
“Kalau kita lihat, income perusahaan asuransi itu ada 2. Pertama adalah technical income, yang kedua dari investment income. Kenaikan (nilai tukar) ini bisa berdampak kepada investasi yang dimiliki perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi,” ujarnya di sela-sela acara Indonesia Re International Conference 2024, Rabu, 24 Juli 2024.
Lebih spesifik, Benny mengungkapkan apabila melemahnya nilai tukar ini bisa berpengaruh kepada perusahaan reasuransi, khususnya jika mereka membeli proteksi dari luar Indonesia. Umumnya, hal ini berbentuk retrosesi.
Sementara, reasuransi sejatinya juga bisa mendapat keuntungan, andai investasi mereka berbentuk nilai tukar asing, dan memiliki liabilitas yang rendah. Sayangnya, hal tersebut belum tentu bisa terjadi.
“Kalau kita lihat perusahaan menaruh aset pada nilai tukar asing, kemudian liabilitasnya lebih kecil, barangkali mereka bisa mendapat keuntungan. Tapi, ini unrealistic sebetulnya. Kita belum bisa simpulkan sekarang,” papar Benny.
Baca juga : Nilai Tukar Rupiah Anjlok, Bakal Berimbas pada Kenaikan Utang Negara?
Meskipun begitu, Benny yakin kalau peristiwa ini tidak akan berlangsung lama, atau bersifat seasonal. Ia berharap, kondisi ini akan membaik setelah melewati semester I 2024.
“Kami percaya, ini sifatnya seasonal. Kan, ini masih bulan ke-7. Nanti, kami akan lihat kondisi keuangan sampai akhir tahun. Kami berharap, akan ada kestabilan rupiah di dalamnya, yang bisa memberikan dampak positif terhadap semua stakeholder,” tutup Benny.
Per Mei 2024, industri reasuransi mengalami pertumbuhan positif. Aset industri tumbuh 10,81 persen secara year on year (yoy) menjadi Rp39,19 triliun.
Pertumbuhan aset ditopang dari kenaikan jumlah investasi sebesar 7,24 persen menjadi Rp20,19 triliun, serta tagihan premi penutupan langsung yang melonjak 39,91 persen hingga mencapai Rp1,19 triliun.
Sayangnya, beban utang industri ini juga meningkat tajam, yakni sebesar 34,92 persen hingga mencapai Rp5,41 triliun. Salah satunya disebabkan melonjaknya utang reasuransi sebanyak Rp3,46 triliun, naik 37,03 persen. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Editor : Galih Pratama