Jakarta – Kepala Divisi Riset Ekonomi PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), Suhindarto membeberkan adanya sejumlah faktor yang berpotensi memengaruhi prospek yield obligasi atau surat utang korporasi sepanjang 2025.
“Untuk prospek yield (obligasi) di tahun 2025, utamanya di semester kedua, mungkin terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yang bisa memengaruhi pergerakan yield,” katanya dalam konferensi pers virtual yang diadakan Pefindo, Selasa, 15 Juli 2025.
Dari sisi eksternal, Suhindarto menerangkan, terdapat faktor geopolitik, perang dagang, dan kebijakan Amerika Serikat (AS), yang berpotensi memainkan peran penting dalam kaitannya dengan imbas terhadap surat utang.
Pada faktor geopolitik, tensi konflik di Timur Tengah maupun Eropa Timur yang tereskalasi dapat mendorong benchmark yield obligasi untuk mengalami kenaikan secara global.
Kenaikan rata-rata yield obligasi secara global, tentunya turut mendorong yield obligasi domestik untuk mengalami kenaikan.
“Hal itu akhirnya memengaruhi pembentukan kupon dan yield obligasi korporasi itu sendiri,” tegas Suhindarto.
Baca juga: Begini Prospek Pasar Obligasi Domestik di Paruh Kedua 2025
Sedangkan dari faktor perang dagang, ketidakpastian masih menyelimuti perang dagang pasca Presiden AS Donald Trump kembali menunda kebijakan tarif resiprokal sampai awal Agustus 2025. Akibatnya, pelaku pasar pun masih mengambil tindakan wait and see.
“Untuk melihat apakah di 1 Agustus nanti banyak deals yang bisa tercapai dan juga apakah tarif yang sebelumnya dipatok cukup tinggi itu bisa diturunkan,” jelasnya.
Ia menerangkan lebih lanjut, jika tarif resiprokal yang dikenakan itu lebih tinggi, maka hal tersebut bakal berdampak negatif bagi surat utang korporasi. Kondisi tersebut dapat membuat yield mengalami kenaikan.
Lalu, dari faktor kebijakan AS, ada pengesahan One Big Beautiful Bill Act, yang berpotensi meningkatkan defisit di AS. Jika defisitnya meningkat, maka pembiayaan yang diperlukan pemerintah AS turut mengalami peningkatan, dan ini membebani anggaran fiskal pemerintah AS.
“Kalau pasokan obligasinya naik, maka yield di AS yang menjadi benchmark bagi yield di berbagai negara itu juga akan cenderung kaku untuk turun. Yang akhirnya, berdampak bagi Indonesia secara umum,” cetusnya.
Di lain sisi, pada sisi internal, ada rencana pelebaran defisit anggaran pada 2025. Hal ini membuat kebutuhan pemerintah atas penerbitan surat utang masih besar demi menutupi defisit anggaran yang ada.
“Hukum permintaan penawaran, dimana kalau supply meningkat, maka yield-nya juga akan cenderung kaku untuk turun. Ini akan mempengaruhi yield di obligasi korporasi,” tutur Suhindarto.
Meskipun begitu, ia mengatakan jika tetap ada prospek untuk menurunkan yield obligasi nasional melalui kebijakan pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang diproyeksikan masih akan terjadi pada semester kedua 2025.
Penurunan suku bunga acuan tersebut tentunya mempertimbangkan beberapa faktor, seperti pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang menjadi isu utama saat ini.
Baca juga: SMI Terbitkan Obligasi Berkelanjutan Rp1 Triliun, Tawarkan Kupon 6,25-6,80 Persen
Sebelumnya, Pefindo mengungkapkan total penerbitan surat utang korporasi secara keseluruhan pada semester I 2025 mencapai Rp90,9 triliun, tumbuh 48,31 persen dari semester I 2024 yang sebesar Rp61,29 triliun.
Penerbitan obligasi korporasi dan sukuk tercatat sebesar Rp90,3 triliun, naik 50,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp60,1 triliun.
Di lain sisi, penerbitan surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) menunjukkan penurunan 42,86 persen, yakni baru sebesar Rp400 miliar dibandingkan pada semester I 2024 yang mencapai Rp700 miliar.
Sementara penerbitan efek utang lainnya (sekuritisasi), baru mencapai Rp200 miliar atau turun 60 persen dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya yang senilai Rp500 miliar. (*) Steven Widjaja
Poin Penting Hashim Djojohadikusumo meraih penghargaan “Inspirational Figure in Environmental and Social Sustainability” berkat perannya… Read More
Poin Penting Mirae Asset merekomendasikan BBCA dan BMRI untuk 2026 karena kualitas aset, EPS yang… Read More
Poin Penting Indonesia menegaskan komitmen memimpin upaya global melawan perubahan iklim, seiring semakin destruktifnya dampak… Read More
Poin Penting OJK menerbitkan POJK 29/2025 untuk menyederhanakan perizinan pergadaian kabupaten/kota, meningkatkan kemudahan berusaha, dan… Read More
Poin Penting Sebanyak 40 perusahaan dan 10 tokoh menerima penghargaan Investing on Climate 2025 atas… Read More
Poin Penting IHSG ditutup melemah 0,09% ke level 8.632 pada 5 Desember 2025, meski beberapa… Read More