oleh Agung Galih Satwiko
PASAR saham Asia hari Kamis, 25 Februari 2016 ditutup mixed, dengan headline utama jatuhnya pasar saham China. Pasar saham China turun signifikan pada perdagangan kemarin karena kekhawatiran akan ketatnya likuiditas. Indeks Nikkei naik 1,4%, Shanghai composite turun 6,4%, indeks Hang Seng Hongkong turun 1,5%, dan KOSPI Korea naik 0,3%. Pasar Eropa ditutup menguat setelah saham perbankan dan komoditas rebound. FTSE 100 Inggris naik 2,49%, DAX Jerman naik 1,78%, CAC 40 Perancis naik 2,23% dan IBEX 35 Spanyol naik 2,52%. Pasar ekuitas US ditutup menguat seiring dengan naiknya harga minyak. DJIA naik 1,29%, S&P 500 naik 1,15%, dan NASDAQ composite naik 0,87%. Pagi ini pasar Asia dibuka menguat, Nikkei naik 1,44% dan Kospi Korea naik 0,27, Shanghai naik 1,07% (09.00 WIB).
Jatuhnya indeks harga saham China pada perdagangan kemarin disebabkan oleh kekhawatiran investor akan ketatnya likuiditas dan juga banyaknya penjualan saham karena investor asing dan domestik mencoba melikuidasi posisinya di tengah posisi volatilitas pasar saham China. Kejatuhan pasar saham China tersebut membayangi pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 yang diselenggarakan di Shanghai mulai hari ini. Sell off di pasar saham China kemarin cukup mengejutkan investor karena sejatinya otoritas China baik bank sentral maupun Pemerintah China telah melakukan upaya perbaikan, seperti injeksi likuiditas oleh PBOC dalam beberapa minggu terakhir. Pinjaman antar bank untuk overnight naik ke level 2,0% tertinggi sejak akhir Januari lalu. Sebagian pengamat menilai keketatan diakibatkan oleh besarnya transaksi repo dan reverse repo yang jatuh tempo minggu ini yang mencapai 960 miliar Yuan. Selain itu otoritas China yang melarang Zhongrong Life Insurance untuk menambah portofolio saham aset kelolaannya karena adanya risiko solvabilitas juga membuat pelaku pasar khawatir.
Dari AS, data US orders for durable goods (barang-barang yang tahan lama), meningkat signifikan di bulan Januari, yaitu naik 4,9% dari bulan sebelumnya. Kenaikan ini adalah yang terbaik dalam 10 bulan terakhir dan membalik penurunan pada bulan Desember yang mencapai 4,6%. Namun demikian secara umum sentimen bisnis di AS masih cenderung lemah. Kenaikan pemesanan pada bulan Januari tersebut juga karena telah terjadi penurunan di bulan Desember, dan bukan menggambarkan perbaikan signifikan secara fundamental. Sementara itu data jobless claim US untuk minggu yang berakhir tanggal 20 Februari 2016 menunjukkan peningkatan sebanyak 10.000 hingga mencapai 272.000 aplikan. Meskipun meningkat, namun jumlah keseluruhan aplikan masih pada level yang cukup rendah pasca krisis 2008.
Masih dari AS, St. Louis Fed President James Bullard kemarin dalam interview menyatakan bahwa The Fed patut disalahkan karena kebijakan menaikkan tingkat bunga pada bulan Desember lalu ternyata berperan dalam meningkatnya volatilitas pasar keuangan setelah itu. Bullard menyebutkan bahwa kenaikan tingkat bunga berikutnya tidak bijak untuk dilakukan dalam kondisi turbulensi pasar keuangan saat ini. Namun di sisi lain Bullard juga menegaskan bahwa sell off yang terjadi memberikan dampak positif, paling tidak kekhawatiran akan price bubble sudah berkurang, karena harga aset sudah turun. Mengenai Brexit, Bullard menyebutkan bahwa hal tersebut tidak signifikan berpengaruh pada ekonomi AS.
JP Morgan mengingatkan akan potensi terjadinya resesi di AS yang semakin meningkat. Analisis JP Morgan sejalan dengan Citigroup yang sebelumnya juga memperkirakan akan terjadinya resesi di AS. Dalam analisisnya JP Morgan menyebutkan bahwa secara statistik, dalam 115 tahun terakhir dari seluruh kejadian dimana laba korporasi AS turun secara triwulanan dalam dua bulan berturut-turut, terdapat 81% kejadian dimana terjadi resesi di AS. Terhadap 19% sisanya, resesi AS tidak terjadi karena pemerintah dan bank sentral AS memberikan stimulus fiskal dan moneter. Kejadian penurunan laba korporasi dua triwulan berturut-turut terjadi pada Q3 dan Q4 tahun 2015. Sementara Citigroup memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,5%, jauh di bawah proyeksi IMF yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,4%.
Proposal Jerman untuk membatasi aset bank yang diinvestasikan di obligasi negara di Eropa banyak mendapat tantangan dari kalangan perbankan. Jerman dilaporkan menyampaikan proposal untuk membatasi carry trade perbankan yang selama ini meminjam dari bank sentral dan menggunakan uangnya untuk investasi di obligasi negara di Eropa. Hal ini membuat ekonomi Eropa tidak kunjung membaik, dan yield obligasi negara di Eropa terus turun. Dengan pembatasan maksimal 25%, maka dari 27 bank terbesar di Eropa, 22 bank harus menjual atau melepas sekitar 360 miliar Euro.
Harga minyak dunia ditutup menguat setelah pasar memperhitungkan akan dilangsungkannya pertemuan pada bulan Maret. Menteri perminyakan Venezuela mengumumkan rencana pertemuan negara-negara produsen minyak besar dunia pada bulan Maret, yang akan dihadiri oleh paling tidak perwakilan Arab Saudi, Rusia, dan Qatar. Pada perdagangan kemarin, WTI crude Nymex untuk pengiriman April naik USD0,92 (2,9%) ke level USD33,07 per barrel. Sementara Brent crude London’s ICE untuk pengiriman April naik USD0,88 (2,6%) ke level USD33,29 per barrel. Di sisi lain cadangan minyak US terus naik. Cadangan minyak US per akhir minggu lalu naik 3,5 juta barrel.
Yield UST turun meskipun terdapat rebound pada harga minyak dan saham, juga karena dibatalkannya lelang UST tenor 7 tahun. Beberapa periode perdagangan belakangan tampak beberapa kali UST decouple dengan indeks saham dan harga minyak. Yield UST 10 year turun 5 bps ke level 1,70%. Sementara UST 30 year turun 2 bps ke level 2,57%. Sejak awal tahun ini, yield UST 10 year telah turun 57 bps (akhir tahun lalu 2,27%). Sementara di Jerman, yield German Bunds tenor 10 tahun turun 3 bps ke level 0,13%. Yield negara-negara maju semakin rendah dan menuju ke level negatif. Yield obligasi negara Swiss sampai tenor 10 tahun sudah di bawah nol%. Demikian juga dengan obligasi negara Jepang.
Pasar SUN ditutup menguat, yield SUN seri benchmark tenor 10 tahun turun 2 bps ke level 8,24%. Kepemilikan asing per 24 Februari mencapai Rp592 triliun (39%), dan year to date naik Rp33,6 triliun. IHSG ditutup naik 0,6 poin (0,01%) ke level 4.658,32. Year to date IHSG membukukan peningkatan indeks sebesar 1,42% (IHSG akhir tahun lalu sebesar 4.593,00). Asing membukukan net sell sebesar Rp23,8 miliar sehingga year to date asing masih membukukan net buy sebesar Rp1,37 triliun. Sementara itu, nilai tukar Rupiah ditutup melemah Rp1 ke level Rp13.413 per Dolar AS. (*)
Penulis adalah Staf Wakil Ketua DK OJK