Rontoknya bursa saham China hanya berdampak kepada negara seperti Hongkong, Korea, Jepang dan Singapura. Rezkiana Nisaputra
Jakarta–Bank Indonesia (BI) menilai, penurunan bursa saham China yang terjadi sejak bulan Juni 2015, diyakini tidak akan memberikan sentimen negatif secara langsung terhadap kondisi pasar modal dalam negeri.
“Kalau banyak yang tanya pasar modal di China, memang cukup besar koreksinya dan belum tentu sudah selesai. Dampaknya ke Indonesia tidak langsung,” ujar Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo di Jakarta, Rabu 22 Juni 2015.
Sebagaimana diketahui, pada pekan pertama di bulan Juli 2015, bursa saham China sempat anjlok hingga 30% bila dibandingkan posisi puncak pada Juni 2015, yang diakibatkan oleh penurunan Indeks Shanghai Composite sebesar 6,8%.
Menurutnya, kondisi ini hanya berdampak langsung ke Hongkong, Korea, Jepang dan Singapura Oleh sebab itu, diperlukan upaya antisipatif yang harus dilakukan seperti meningkatkan kepercayaan diri terhadap negara-negara yang berhubungan langsung dengan China.
“Kondisi kita Indonesia harus optimistis semua akan lebih baik, sehingga pertumbuhan ekonomi kita bisa mencapai 5%-5,4%. Tetapi, di kisaran bawah,” tukas Agus.
Sementara itu ditempat yang sama, Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara menambahkan, bahwa pelemahan pasar saham masih lebih terbatas bila dibandingkan dengan pasar valuta asing (valas) yang menekan rupiah.
“BI akan selalu ada di pasar. Apalagi rupiah menurut BI sudah undervalue,” ucap Mirza.
Dia menyebutkan, undervalue Rupiah sudah terjadi sejak tapering-off dari kebijakan quantitative easing yang telah dilakukan Bank Sentral AS (Federal Reserve AS/The Fed). Kendati demikian, saat ini investor obligasi sudah berani masuk kembali.
“Sekarang investor obligasi sudah berani masuk lagi, hanya pasar saham saja yang masih wait and see. Karena, pasar saham melihat pada pertumbuhan ekonomi dan profit,” tutup Mirza. (*)
@rezki_saputra