Jakarta – Professor of Health Policy and Insurance Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany mengungkapkan, pasar asuransi kesehatan di Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terus bertumbuh.
Menurutnya, hal tersebut didorong oleh permintaan masyarakat akan layanan perlindungan kesehatan meningkat sejak diperkenalkannya asuransi yang dijamin pemerintah.
Sebab, asuransi sebagai instrumen proteksi tidak hanya memberikan rasa aman bagi masyarakat, tetapi juga memfasilitasi akses ke layanan kesehatan.
Baca juga : Indonesia Insurance Summit 2024: Yulius Billy Bhayangkara Dorong Kemajuan Industri Asuransi Kesehatan
“Pertumbuhan belanja kesehatan ini memang baru tahap awal, terbukti dari kontribusi belanja kesehatan yang hanya 3 persen dari PDB. Selain itu, belanja kesehatan memang sifatnya sangat kondisional dan subjektif, tergantung dari kesadaran masyarakat untuk mendapatkan layanan kesehatan,” katanya, dikutip Kamis, 17 Oktober 2024.
Meski begitu kata dia, biaya kesehatan yang tinggi salah satunya dipicu oleh distribusi layanan kesehatan di Indonesia yang masih terpusat di kota-kota besar.
Hal ini menyebabkan biaya perawatan di daerah yang lebih terpencil menjadi jauh lebih tinggi, karena pasien cenderung menunggu sampai kondisi kesehatannya memburuk untuk bisa mendapatkan perawatan.
Baca juga : Bocoran Susunan Menteri Kabinet Prabowo, Lihat Daftar Lengkapnya di Sini
“Kemajuan teknologi juga turut mendorong biaya kesehatan menjadi tinggi, apalagi layanan perawatan kesehatan itu menjadi semakin canggih, di samping faktor aging population yang mulai naik di Indonesia, yang karena usia, harus membutuhkan perawatan kesehatan,” tegasnya.
Berdasarkan studi yang dilakukan IFG Progress, ditemukan bahwa rata-rata masyarakat Indonesia melakukan 1-2 kunjungan rumah sakit per bulan, dengan lama rawat inap 4-5 hari per tahun.
“Setiap tambahan kunjungan meningkatkan pengeluaran sebesar Rp695.903, dan setiap tambahan hari rawat inap menambah biaya sebesar Rp810.301,” ungkap Senior Research Associate IFG Progress Ibrahim K Rohman.
Baca juga: Dampak Badai Helene pada Hardening Market Reasuransi, Ini Prediksi AAUI
Lebih lanjut, dampak inflasi kesehatan sendiri berbeda-beda di setiap wilayah. Biaya pengeluaran kesehatan terbesar berada di Pulau Kalimantan, diikuti oleh Sumatera, Nusa Tenggara, dan Maluku.
Sebaliknya, Pulau Jawa, Sulawesi, dan Papua mengalami deflasi pengeluaran kesehatan pada 2023 dibandingkan 2022. (*)
Editor: Yulian Saputra