Jakarta – Pakar Konversi Energi Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto Zaenuri menyatakan, masyarakat tidak perlu khawatir dan meragukan kualitas Bahan Bakar Minyak (BBM) Pertamina menyusul kasus dugaan oplosan Pertamax. Pertamina, kata dia, selalu menguji kualitas BBM-nya, baik melalui Lemigas maupun ITB.
”Jadi, gak perlu khawatir. Pertamina selalu menjaga kualitas sesuai standar Ditjen Migas. Secara rutin dilakukan pengujian untuk quality control,” katanya, dikutip Minggu, 2 Maret 2025.
Menurutnya, pengujian yang dilakukan tersebut termasuk meyakinkan bahwa Pertamax misalnya mampu mencegah kerak mesin.
”Makanya diuji melalui standar ASTM D6201. Dari pengujian itu, akan diketahui, apakah deposit yang akan ditimbulkan BBM tersebut banyak atau sedikit,” jelasnya.
”Pengujian oleh ITB, tidak di kampus, tetapi di laboratorium milik Surveyor Indonesia. Di situ juga diaturlah kadar aditif yang harus dilarutkan. Karena ada spesifikasi internasional yang membatasi jumlah kerak dalam mesin tidak boleh lebih dari 50 miligram per katup mesin,” papar Tri.
Baca juga : Komisi XII DPR Sidak ke SPBU Pertamina dan Shell di Cibubur, Apa Hasilnya?
Aditif yang ditambahkan ke dalam BBM, kata Tri, tidak bisa mengubah angka research octane number (RON) dan volume BBM. Sebab, penambahan aditif sifatnya hanya untuk memperbaiki BBM itu sendiri dan tidak mengubah massa jenis, RON, viscositas dari BBM dan sebagainya
Lanjutnya, penambahan aditif justru untuk mencegah timbulnya kerak, korosi dan asam di dalam mesin sehingga performa mesin sangat baik.
”Aditif Pertatec yang ditambahkan itu fungsinya adalah sebagai deterjen,” kata Tri.
Deterjen yang dimaksud sendiri bukan sabun yang dimasukkan ke dalam bahan bakar. Zat tersebut, lanjut Tri, berfungsi menjaga kebersihan mesin yang dilewati bahan bakar.
Sementara fungsi kedua, dispersan yaitu memecah kontaminan yang terbawa bahan bakar ke dalam mesin. Ini untuk mencegah proses korosi.
Baca juga : Kasus Dugaan Oplosan Pertamax, BKPN: Masyarakat Bisa Gugat Pertamina
”Ketiga, adalah fungsi demulsifier. Artinya mencegah terbentuknya emulsi yaitu reaksi antara bahan bakar dengan air. Fungsi selanjutnya, sebagai antioksidan agar bahan bakar itu tidak mudah teroksidasi dan berubah menjadi kontaminan di dalam bahan bakarnya. Sebab, zat hidrokarbon seperti BBM kalau teroksidasi akan berubah sifat menjadi asam. Hal itu bisa merusak mesin yang terbuat dari logam,”tutupnya.
Karena itulah, menurut Tri, masyarakat termasuk pemakain Pertamax, tidak perlu khawatir. Pengguna kendaraan yang terbiasa memakai Pertamax, lanjutnya, tentu merasakan jika BBM yang digunakan ternyata BBM RON 90. Misalnya, tarikan menjadi berat dan lebih boros. Hal itu terjadi akibat banyaknya kerak di dalam mesin.
”Nyatanya gak ada apa-apa selama itu,” kata Tri.
Mengenai kualitas BBM Pertamina, seperti Pertamax, sebelumnya juga disampaikan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Bahlil mengatakan, blending dalam BBM adalah proses wajar.
”Boleh sebenarnya selama kualitasnya, spek-nya, sama,” kata Bahlil.
Itu sebabnya, Bahlil meminta masyarakat tidak meragukan kualitas BBM Pertamina. Dia mengklaim, Pertamina tidak mungkin mencampur BBM dengan spek berbeda.
”Itu kan ada RON 90, 92, 95, 98. Yang bagus-bagus ini gak mungkin dicampur, itu (harus sesuai) spek-nya kok. Jadi jangan khawatir,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama