Oleh Eko B. Supriyanto, Pemimpin Redaksi Infobank Media Group
BANK Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) akan ditata ulang. Sudah beredar draf rancangan undang-undang (RUU) tentang koordinasi dan penataan ulang kewenangan kelembagaan sektor keuangan.
Intinya, kelembagaan sektor keuangan akan dipegang di satu tangan. Ya, semacam Dewan Moneter zaman Orde Baru, dan satu tangan kuat itu ialah Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan tak lain Menteri Keuangan sebagai ketua. Jika hal ini terjadi, maka kita akan mundur seperti sebelum reformasi.
Sebelumnya, di 2020, ada wacana yang akan “membongkar” BI dan OJK lewat peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Latar belakangnya, pemerintah merasa tidak bisa mengajak BI dan OJK ikut membantu menyelesaikan berbagai masalah sektor keuangan, khususnya ketika ada bank-bank sakit.
Tidak hanya itu, pemerintah juga kesulitan – ketika sedang membutuhkan duit untuk menutup “bolong” fiskal akibat biaya yang membesar untuk penanganan COVID-19. Lalu, BI pun lewat burden sharing telah mengguyurkan dana ratusan triliun rupiah. Harusnya sudah beres, BI sangat membantu pemerintah.
Di awal 2021 ini sudah beredar draf tentang RUU Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Organisasi dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan. Selain penataan ulang kelembagaan itu, RUU ini mencakup pengawasan perbankan secara terpadu, tindak lanjut pengawasan bank, serta penanganan permasalahan bank dan sanksi.
Ditegaskan, satu, tujuan BI adalah untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja, serta ikut serta memelihara stabilitas sistem keuangan. Dua, penegasan kewenangan penetapan kebijakan makroprudensial perbankan sesuai dengan hasil kesepakatan perumusan kebijakan makroprudensial dalam rapat KSSK. Tiga, dalam rangka penanganan krisis, BI berwenang pula untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) jangka panjang di pasar perdana, mengatur devisa penduduk, dan akses pendanaan korporasi melalui perbankan.
Untuk OJK, penegasan kewenangan OJK untuk menetapkan status pengawasan dan kewenangan pengawasan pada setiap tahapan status bank. Selain itu, terdapat penegasan kewenangan penetapan kebijakan mikroprudensial nonperbankan, sama dengan BI, sesuai dengan kesepakatan kebijakan dalam rapat KSSK.
Sedangkan untuk LPS, RUU itu menegaskan fungsi LPS dengan mandat risk minimizer untuk melakukan penanganan bank lebih dini dan melakukan persiapan penanganan permasalahan bank dan penempatan dana. Juga, memperluas opsi pendanaan LPS dalam penanganan permasalahan bank.
Dan, menyangkut KSSK kewenangannya powerfull. Ada penambahan kewenangan perumusan kebijakan makroprudensial sektor keuangan untuk ditindaklanjuti oleh anggota KSSK. Artinya, BI, OJK, dan LPS harus “tunduk” pada KSSK dan ketua KSSK yaitu Menteri Keuangan.
Jelas, kedudukan BI yang independen akan didistorsi oleh KSSK. Juga, OJK yang harus menjalankan fungsi pengawasan terintegrasi yang independen akan pudar dengan adanya RUU ini. Sementara, LPS akan lebih punya peran, dan itu pun harus diisi oleh orang-orang yang punya kompetensi. Bisa jadi dari industri yang sudah punya jam terbang sangat tinggi.
Dan, BI yang independen dengan perangkat Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) terbukti sangat baik menjalankan fungsi menjaga moneter. Juga, OJK yang independen akan lebih baik. Dan, BI sudah melakukan tugasnya dengan baik, yaitu menjaga sektor keuangan. Hasil kerja BI yang tidak independen kita juga tahu, yaitu kebijakan BLBI yang dipaksa pemerintah Orde Baru waktu itu.
Bisa jadi BI akan diminta untuk cetak uang, dan OJK diminta untuk mengendurkan pengawasan bank yang pemiliknya punya aviliasi dengan partai politik. Zaman Orde Baru sudah pernah dilakukan itu. Hasilnya, BLBI Rp144,5 triliun, dan rusaknya 100 bank yang menjadi beban sampai dengan sekarang.
Pak Jokowi! BI dan OJK yang independen akan lebih baik daripada membentuk semacam Dewan Moneter. Bayangkan saja jika Menteri Keuangan dari orang-orang politik, atau orang-orang yang punya ambisi politik, atau boneka dari partai politik. Jangan kembalikan BI seperti zaman Orde Baru. Sebab, BI dan OJK yang independen adalah buah dari reformasi. (*)