Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan sampai dengan 31 Maret 2023, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp11,7 triliun.
Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, dan Rp1,53 triliun setoran tahun 2023
Penerimaan pajak digital tersebut, berasal dari 126 pelaku usaha yang ditunjuk dan telah melakukan pemungutan dari 144 pelaku usaha PMSE. Maret 2023 sendiri, pemerintah melakukan 3 tiga penunjukan dan 1 satu pencabutan.
“Tiga penunjukan dilakukan terhadap UpToDate, Inc., Cambridge University Press & Assessment UK, dan Prezi, Inc. Sementara yang dicabut adalah Bex Travel Asia Pte. Ltd. karena melakukan restrukturisasi usaha berupa pengalihan enttitas yang beroperasi di Indonesia,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti dikutip Rabu, 5 April 2023.
Pemungutan pajak tersebut, Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022, pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut wajib memungut PPN dengan tarif 11% atas produk digital luar negeri yang dijualnya di Indonesia.
“Selain itu, pemungut juga wajib membuat bukti pungut PPN yang dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran,” jelas Dwi.
Ke depan, DJP akan terus menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, DJP masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.
Kriteria pelaku usaha yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE yakni, nilai transaksi dengan pembeli Indonesia telah melebihi Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan; dan/atau jumlah traffic di Indonesia telah melebihi 12 ribu setahun atau seribu dalam sebulan. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra