Sementara itu usai periode pertama Tax Amnesty, uang tebusan kembali loyo dan dana repatriasi belum bisa ditarik ke Indonesia karena berbagai alasan. Imbasnya, perekonomian domestik kehilangan sumber pertumbuhan baru. Oleh karena itu sebelum terlambat, otoritas moneter dan fiskal harus bersiap menghadapi kemungkinan terburuk di akhir tahun ini. Hal yang perlu diwaspadai adalah stabilitas di sektor keuangan.
Pasar saham diprediksi mengalami puncak gejolak saat The Fed di bulan Desember mengumumkan kenaikan suku bunganya (Fed Fund Rate). Kondisi ini sudah mulai tercium saat imbal surat utang AS bertenor 2 tahun,10 tahun dan 30 tahun menunjukkan kenaikan yield atau imbal hasil yang sangat tinggi pasca terpilihnya Trump. Lonjakan yield jadi pertanda bahwa inflasi AS dalam jangka pendek maupun panjang diprediksi akan naik. Inflasi yang meningkat jelas direspon dengan kenaikan Fed rate.
(Baca juga: Dana Asing Kabur, IHSG Anjlok di Atas 4%)
Karena Indonesia menganut paham devisa bebas, maka aksi jual besar-besaran di pasar saham dan surat utang oleh investor asing bukan hal yang tidak mungkin. Satu-satunya jalan untuk mencegah hal tersebut adalah dengan memberlakukan capital control dan membuat Perpu UU Lalu Lintas Devisa Negara. Tanpa hal tersebut, ekonomi akan terus terombang-ambing dana asing. (*)
Editor: Paulus Yoga