Jakarta – Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah mengungkapkan optimisme pemerintah terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas 5% cukup beralasan danasuk akal. Namun, optimisme itu juga harus dilandaskan pada indikator dan ukuran yang reliabel.
“Jadi, apa yang disampaikan Pak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bukan sebuah bualan. Pemerintah memang harus selalu optimistis, tetapi terukur,” ujar Piter seperti dikutip 11 Oktober 2022.
Menurutnya, kondisi Indonesia masih cukup baik dan diyakini mampu bertahan menghadapi resesi global. Pasalnya, Indonesia berbeda dengan negara-negara yang terlalu bertumpu kepada ekspor.
“Perekonomian Indonesia lebih bertumpu kepada konsumsi domestik yang diperkirakan akan membaik seiring meredanya pandemi. Selain itu di sisi ekspor juga masih akan terbantu dengan tingginya harga komoditas,” ucapnya.
Piter menambahkan, resesi global tentu akan menahan atau bahkan menurunkan harga komoditas tetapi tidak membuat harga komoditas jatuh. Harga komoditas akan tetap cukup tinggi dan menguntungkan Indonesia yang mengandalkan komoditas. Sehingga ketika terdampak resesi global pun, Indonesia masih bisa bertahan meski pertumbuhan ekonomi akan melambat.
“Kalau pun Indonesia terdampak oleh resesi global, diperkirakan hanya membuat pertumbuhan ekonomi kita melambat tidak bisa mencapai target di atas 5%. Itu skenario buruknya. Skenario terbaiknya kita masih bisa tumbuh di atas 5%,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto optimis pertumbuhan ekonomi pada kuartal III dan IV mampu tembus 5,2% year on year (YoY). Optimisme ini didukung oleh indikator dini yang terus menguat. Proyeksi itu lebih rendah dibandingkan capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal II yang mencapai 5,44% YoY.
“Pertumbuhan ekonomi dalam tiga kuartal diatas 5% dan kuartal III dan IV akan sekitar 5,2% yang masih bisa dicapai. Konsumsi rumah tangga masih menguat, serta pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan laju industri pengolahan yang menguat,” ungkap Ketum Golkar itu.
Sementara itu, data sektor rill hingga kuartal III tercatat perbaikan mulai dari neraca perdagangan Agustus tercatat surplus USD5,76 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya sebesar USD4,22 miliar. Kemudian indeks keyakinan konsumen (IKK) tercatat masih berada diatas 100 atau 117,2 pada September. Serta, posisi cadangan devisa USD130,8 miliar.
“Indikator ini membuktikan tingkat resiliensi Indonesia relatif tinggi. Memang kami lihat beberapa negara memiliki return yang tinggi, disertai tingkat suku bunga hingga saham,” ungkapnya.
Sementara itu terkait dengan hasil survei Kepuasan Konsumen Bank Indonesia mencatat optimisme masyarakat di tengah kenaikan harga BBM dan keadaan perekonomian Dunia. Ekonom INDEF Eko Listianto mengatakan, hal ini tercermin dari perilaku konsumsi masyarakat Indonesia, apalagi jelang akhir tahun.
“Kalau melihat ini dibilang optimis, sebetulnya menurut saya cukup rasional, obyektif, kenapa, karena pasti konsumen ini membandingkan dengan situasi beberapa bulan lalu, apalagi saat masih ada pembatasan. Sekarang boleh dibilang memasuki endemi, ada optimisme bahwa bisa bergerak, berusaha lagi,” jelasnya.
Survei Konsumen Bank Indonesia pada September 2022 mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi tetap terjaga. Hal tersebut terindikasi dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) September 2022 sebesar 117,2, atau tetap berada pada level optimis (indeks >100), meski lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 124,7.
Konsumsi masyarakat masih tetap tinggi ditengah kenaikan harga akibat penyesuaian harga BBM. Kalangan menengah, kata dia, yang terdampak dengan kenaikan ini mulai beradaptasi. “Ini sebagian besar, masyarakat menengah yang terdampak kenaikan harga bbm, namun mereka masih punya tabungan, kondisi ini comparing saat corona banyak pembatasan,” kata Eko.
Terlebih, sebentar lagi, jelang akhir tahun, perayaan Natal dan Tahun Baru. Setelah dua tahun, kali ini Natal akan lebih meriah, dan masyarakat mulai liburan. Pergerakan masyarakat akan tercermin dalam bentuk ekonomi. “Itu akan ter representasi dari tingkat konsumsi, meski diikuti peningkatan harga,” tandas Eko.
Dengan adanya moment Nataru ini, inflasi diperkirakan akan berada di kisaran 6% dengan pertumbuhan ekonomi di 5%. Tetap kuat karena sokongan ekonomi domestik. (*)