Jakarta – Virus corona varian Omicron telah mendominasi di banyak negara. Di Indonesia sendiri kasus varian omicron masih terus bertambah. Untuk itu, semua elemen masyarakat harus mengantisipasi dan mewaspadai potensi gelombang ketiga penularan Covid-19 varian Omicron ini. Masyarakat pun harus berupaya maksimal untuk terhindar dari potensi terinfeksi varian Omicron.
Demikian disampaikan oleh Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo dalam pernyataannya di Jakarta. Menurutnya, selain karena varian Omicron yang sudah mewabah di beberapa kota, ada faktor lain yang harus digarisbawahi semua orang. Faktor itu adalah menurunnya efektivitas vaksin di dalam tubuh, kendati telah menerima vaksinasi dosis penuh (dua kali suntik vaksin). Artinya, meski sebagian besar populasi pada 100 kabupaten/kota dilaporkan sudah memiliki antibodi, merebaknya varian Omicron menjadi bukti bahwa krisis kesehatan sekarang ini belum berakhir, dan karenanya jangan lengah atau ceroboh.
“Memang, menghadapi dan menyikapi pandemi saat ini terasa mulai membosankan dan melelahkan. Memasuki pekan kedua Januari 2022, ragam informasi yang mengemuka di ruang publik tidak membuat nyaman semua orang. Selain informasi tentang menurunnya efektivitas vaksin di dalam tubuh, muncul pula perkiraan tentang potensi terjadinya puncak gelombang ketiga penularan COVID-19 pada periode Februari – Maret 2022,” ujar pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Sebelumnya, informasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga membuat semua orang tidak nyaman. Menurut WHO, varian Omicron mampu mengindari kekebalan. Enam penelitian terbaru menyajikan bukti tentang terjadinya penurunan efektivitas vaksin terhadap varian Omicron. Artinya, kendati seseorang sudah menerima vaksinasi dosis penuh, dia belum tentu kebal dari kemungkinan terinfeksi varian Omicron.
Mengacu pada sebuah studi meta analisis dan analisis regresi pada 2021, ditemukan indikasi penurunan efektivitas empat (4) vaksin yang sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau EUL (Emergency Use Listing) dari WHO. Studi itu melaporkan bahwa penurunan aktivitas vaksin mencapai 8 persen dalam kurun waktu enam bulan terakhir pada semua kelompok usia. Dalam rentang waktu tersebut, penurunan efektivitas vaksin sebesar 10 persen dan 32 persen terjadi pada orang dengan usia 50 tahun ke atas.
Maka, lanjut Bamsoet, semua orang tetap diminta mewaspadai varian Omicron. Fakta tentang penularan Omicron otomatis memperpanjang durasi pandemi. Tekanan psikologis bagi masyarakat pun kembali tereskalasi pada Sabtu (15/1), ketika laporan dan data resmi menyebutkan bahwa kasus harian COVID-19 pada hari itu mencapai 1.054 kasus baru.
Data terbaru itu pasti mengecewakan banyak orang. Sebab, data itu memberi gambaran tentang perkembangan pandemi yang bukannya semakin membaik dan kondusif, melainkan bergerak kembali ke situasi pada Oktober 2021, saat rata-rata kasus baru COVID-19 per harinya berada di kisaran 1.000-an kasus. Padahal menjelang akhir tahun 2021, perkembangannya sudah sangat menjanjikan. Per 26 Desember 2021 misalnya, Indonesia pernah mencatat hanya 92 kasus baru.
Sangat disayangkan karena kecenderungan positif itu tak berlangsung lama. Setelah kasus pertama penularan Omicron terungkap pada paruh kedua Desember 2021, banyak orang langsung menduga bahwa varian terbaru virus Corona ini akan segera merebak, karena penularan Omicron disebut sangat cepat. Sebagaimana diungkap Kementerian Kesehatan, penularan Omicron akan mencapai puncaknya 35 hingga 65 hari setelah kasus pertama terdeteksi. Mengacu pada perhitungan itu, gelombang tiga penularan COVID-19 di dalam negeri diperkirakan terjadi pada periode Februari-Maret 2022.
Berdasarkan data dan kecenderungan tadi, semua orang masih harus menerima kenyataan bahwa dinamika kehidupan bersama tetap masih harus mengacu pada ancaman penularan virus corona dengan segala varian-nya. Artinya, tetap beradaptasi dengan protokol kesehatan (Prokes) di masa pandemi.
Sudah hampir dua tahun ini semua elemen masyarakat harus mewaspadai ancaman COVID-19. Dan, selama rentang waktu itu, hampir setiap hari semua orang berbicara tentang ancaman itu. Gelisah, cemas dan trauma menjadi bagian tak terpisah dalam hidup keseharian. Sudah barang tentu Kelelahan psikis tak terhindarkan.
Pertanyaan tentang kapan teror COVID-19 ini akan berakhir sering dikemukakan banyak orang. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) pernah melakukan survei tentang perkembangan kesehatan jiwa masyarakat sebagai dampak dari pandemi COVID-19. PDSKJI memeriksa tiga masalah psikologis, yaitu aspek kecemasan, depresi, dan trauma psikologis. Hasilnya, sekitar 68 persen responden mengaku cemas, 67 persen depresi, dan 77 persen mengalami trauma psikologis.
“Semoga saja Omicron menjadi varian terakhir dari wabah virus Corona. Kendati lelah dan membosankan, semua orang disarankan agar tetap waspada dan mematuhi Prokes demi terjaganya kesehatan semua anggota keluarga masing-masing. Jika saja puncak gelombang ketiga penularan COVID-19 benar-benar terjadi pada periode Februari-Maret 2022 nanti, tak perlu panik karena masyarakat di semua daerah sudah punya pengalaman menghadapi dan menangani situasi COVID-19 paling sulit yang terjadi pada periode Juni-Juli-Agustus 2021,” harapnya.
Lebih dari itu, bisa dikatakan bahwa daya tahan masyarakat Indonesia lebih mumpuni berkat vaksinasi yang merata pada semua kelompok usia. Menurut Satgas pengendalian COVID-19, hasil survei pada 100 kabupaten/ kota di Indonesia mengindikasikan bahwa sebagian besar populasi sudah memiliki antibodi. Hasil survei itu menemukan bahwa 86,6 Persen populasi yang daerahnya disurvei telah memiliki antibodi SARS-CoV-2.
Pemerintah telah mengambil inisiatif untuk meningkatkan daya tahan masyarakat dari ancaman COVID-19, dengan vaksinasi dosis ketiga atau booster. Inisiatif ini telah diumumkan Presiden Joko WIdodo belum lama ini. Program vaksinasi Covid-19 booster telah dimulai pada Rabu (12/1). Syarat penerima vaksin dosis ketiga adalah sudah disuntik vaksin dosis kedua lebih dari enam bulan.
“Agar daya tahan masyarakat semakin mumpuni dari ancaman COVID-19, semua orang diharapkan antusias menerima vaksinasi booster itu,” tutup Bamsoet. (*)