Ilustrasi pengemudi ojol. (Foto: Istimewa)
Jakarta – Pemerintah mulai memberlakukan pemungutan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap merchant atau pelaku usaha di marketplace (lokapasar) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 tahun 2025, yang efektif berlaku sejak 14 Juli 2025.
Dalam Pasal 8 ayat 1 PMK tersebut, disebutkan bahwa pedagang akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto (omzet) yang diterima atau diperoleh pedagang dalam negeri. Perhitungan ini mengacu pada dokumen tagihan dan tidak termasuk pajak pertambahan nilai (PPN) serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Namun, sesuai Pasal 10 ayat 1, pedagang dengan omzet setara atau di bawah Rp500 juta per tahun tidak akan dikenai PPh Pasal 22.
Baca juga: Mulai Berlaku! Ini Kriteria Pedagang Online Kena Pajak 0,5 Persen
Direktur Peraturan perpajakan I DJP, Hestu Yoga Saksama menegaskan, tidak semua merchant akan dikenai pungutan pajak. Pedagang yang omzet brutonya tidak melebihi Rp500 juta per tahun dapat mengajukan bukti atau surat pernyataan kepada marketplace sebagai dasar pengecualian.
“Tapi ketika dia (merchant) sudah mencapai katakanlah di Januari menyampaikan (surat pernyataan) untuk tahun lalu hanya Rp200 juta, namun ketika Mei penjualannya melebihi Rp500 juta, maka si merchant ini harus menyampaikan surat pernyataan sudah melebihi Rp500 juta dan nanti marketplace akan mulai memungut untuk penjualan berikutnya,” jelas Hestu.
Kemudian penjualan jasa pengiriman atau ekspedisi oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menjadi mitra aplikasi teknologi juga dikecualikan dari PPh 22. Ketentuan ini berlaku bagi ojek online (ojol) yang bertindak sebagai kurir barang dari marketplace.
“Nah ini Ojol tidak dipungut. Ada fee untuk ojol kan gitu ya ojolnya enggak dipungut, karena tidak dipungut, ada pengecualian,” ujar Hestu.
Baca juga: Marketplace Jadi Pemungut Pajak, Seberapa Besar Dampaknya ke Penerimaan Negara?
Selanjutnya, pengecualian lainnya mencakup penjualan barang dan/atau jasa oleh pedagang dalam negeri yang memiliki surat keterangan bebas pemotongan atau pemungutan PPh, serta penjualan pulsa dan kartu perdana.
“Penjualan pulsa dan kartu perdana nggak ya, karena regulasi kita kan sudah ada regulasi khusus untuk pulsa dan kartu perdana, sudah jalan, jadi kita tidak minta dipungut,” jelasnya.
Selain itu, tidak dikenai PPh Pasal 22 juga adalah transaksi penjualan emas perhiasan, emas batangan, perhiasan yang seluruh bahannya bukan dari emas, serta batu permata atau batu sejenis lainnya. Pengecualian ini berlaku baik bagi pabrikan, pedagang, maupun pengusaha emas batangan.
Demikian pula dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, serta perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
“Emas perhiasan, emas batangan, ini juga enggak, pengalihan hak atas tanah dan bangunan juga enggak, karena itu nanti lewat notaris, biasanya bayar 2,5 persen lewat notaris jadi kita tidak pungut,” pungkasnya. (*)
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More
Poin Penting Kementerian PKP tengah memetakan kebutuhan hunian bagi korban banjir bandang di Sumatra melalui… Read More
Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More
Poin Penting Rupiah berpotensi menguat didorong ekspektasi kuat pasar bahwa The Fed akan memangkas suku… Read More