Jakarta – Selama periode Juni 2021 sampai Januari 2022, OJK telah menerima tidak kurang dari 51 ribu pengaduan terkait pinjaman online dan investasi ilegal. Hal ini diungkapkan oleh Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Untuk Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara.
Ia menambahkan lagi bahwa sekitar 41% diantaranya, berkaitan dengan perilaku petugas penagihan. Lalu, diikuti dengan pengaduan soal legalitas lembaga jasa keuangan tersebut, serta keberatan atas jumlah tagihan yang sangat besar.
“Paling tidak terdapat tiga alasan mengapa pinjol dan investasi ilegal ini masih marak dan banyak memakan korban. Pertama, masih minimnya tingkat literasi keuangan masyarakat yang ditunjukkan melalui survei OJK di 2019 hanya sebesar 38%. Bahkan, lebih rendah lagi untuk produk pasar modal atau investasi yaitu hanya 5% yang paham,” ucap Tirta, pada sebuah diskusi virtual, Kamis, 10 Februari 2022.
Faktor berikutnya adalah kesulitan yang dialami masyarakat akibat pandemi, memaksa mereka untuk meminjam dana dari para pinjol ilegal agar dapat menyambung hidup. Dengan demikian, banyak dari mereka yang terjebak pinjol ilegal dan akhirnya melakukan pengaduan ke OJK.
“Masyarakat akhirnya terbuai dengan slogan tanpa risiko, yang dapat diperoleh dananya dalam waktu singkat. Mereka tertipu oleh banyaknya bonus yang ditawarkan oleh program member, serta mempercayai segala endorsement dari tokoh agama, tokoh masyarakat, atau influecer,” jelas Tirta.
Dua faktor itu semakin diperparah dengan minimnya literasi digital masyarakat. Survei Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia menyebutkan bahwa masih banyak pengguna internet yang tanpa sadar mengumbar data pribadinya di dunia maya, seperti mengunggah foto 60%, mencantumkan tanggal lahir atau peristiwa ulang tahunnya 50%, mencantumkan alamat email 46%, mencantumkan alamat rumah, foto di depan rumah atau mencantumkan nomor teleponnya sebesar 21%. (Steven Widjaja)