“Dalam ketentuan ini diatur bahwa status pengawasan bank terdiri dari tiga tahap, yaitu pengawasan normal, pengawasan intensif, dan pengawasan khusus,” ucapnya.
Kaitannya dengan UU PPKSK, penanganan permasalahan solvabilitas bagi bank sistemik menjadi fokus penyempurnaan ketentuan ini. Hal tersebut mencakup aktivasi implementasi rencana aksi (recovery plan), persiapan penanganan (early entry) permasalahan solvabilitas bank oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), dan mekanisme penyerahan bank yang tidak dapat disehatkan kepada LPS.
Baca juga: KKSK Yakin Stabilitas Sistem Keuangan Terkendali
Kemudian, POJK tentang Bank Perantara yakni memuat aturan mengenai prosedur pendirian bank perantara, mulai dari proses pendirian, operasional, dan pengakhiran Bank Perantara. Di mana Bank Perantara hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh LPS.
Menurutnya, keberadaan Bank Perantara membuka opsi penanganan permasalahan solvabilitas bank tidak hanya dilakukan dengan cara pengalihan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban bank bermasalah kepada bank penerima, penyertaan modal sementara, atau pencabutan izin usaha bank, namun juga dapat dilakukan dengan pendirian Bank Perantara yang digunakan sebagai sarana resolusi untuk menerima aseti dan/atau kewajiban yang mempunyai kualitas baik dari bank bermasalah. (Bersambung ke halaman berikutnya)