Jakarta–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan tak membatasi pendapatan bunga bersih (NIM) bank. OJK memang meminta rencana aksi bank untuk menurunkan bunga kredit menjadi single digit. Namun menurut Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis, turunnya suku bunga kredit terjadi dengan turunnya tingkat suku bunga acuan atau BI rate.
Kemudian diharapkan bisa segera disusul dengan penurunan tingkat suku bunga deposito. Dengan turunnya suku bunga deposito, diharapkan bisa menekan cost of fund (CoF) atau biaya dana.
“Nanti, cost of fund-nya turun. Karena bunga moneter sudah turun, kemudian biaya dana turun. Kemudian, kita juga minta bank nanti overhead-nya kalau bisa turun,” ungkap Irwan, ketika ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya, di Jakarta, Selasa, 15 Maret 2016.
Selain itu, lanjutnya, diharapkan pula bank bisa menyesuaikan risk premium karena Non Performing Loan (NPL) bertahan di level yang baik. Pada akhirnya, nanti akan ada sedikit penyesuaian marjin. Namun, intinya adalah OJK berharap agar tingkat suku bunga kredit bisa berada di level single digit.
“Marjinnya itu nanti dilihat, disesuaikanlah. Kalau misalnya selama ini marjin dia dua persen, bukan Net Interest Marjin (NIM) lho itu. Marjin yang ada diambil dari bunga kredit. Kalau NIM kan pendapatan bunga dibagi aset produktif, jadinya marjin bunga bersih. Kalau marjin bunga kredit beda lagi,” jelas Irwan.
Lebih lanjut, Irwan mengatakan, OJK tidak meminta bank menurunkan tingkat NIM melainkan menurunkan tingkat suku bunga kredit. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat kelas bawah bisa mengakses perbankan.
“Bukan, NIM itu kan result. Otomatis nanti kalau bunga kredit turun, cost of fund turun. Terserah saja, dia yang mainkan. NIM terserah berapa yang penting bunga kredit (bisa segera diturunkan dan diharapkan bisa segera single digit),” pungkas Irwan. (*)
Editor: Paulus Yoga