Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya mendukung pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan penguatan sinergi pemerintah, lembaga otoritas lain, pelaku usaha, dan industri jasa keuangan dibutuhkan untuk mengoptimalkan berbagai kebijakan yang sudah dikeluarkan masing-masing lembaga.
Menurutnya, percepatan pemulihan ekonomi nasional akan sulit diwujudkan apabila sektor jasa keuangan khususnya perbankan tidak dalam kondisi yang stabil, kuat, tidak memiliki daya saing untuk berkembang, serta tidak dapat memanfaatkan peluang atau kebijakan yang telah dirumuskan.
“OJK akan terus mendorong dengan berbagai inisiatif dan fokus pengawasan bersama-sama industri jasa keuangan khususnya industri perbankan dengan tetap memperhatikan aspek manajemen risiko dan kehati-hatian. Inovasi produk dan layanan perbankan diharapkan akan tercermin pada rencana bisnis yang akan disampaikan perbankan,” ujarnya, pada acara diskusi virtual bertajuk “Sinergi Untuk Membangun Optimisme Baru Guna Mendorong Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional”, Jumat, 26 November 2021.
Ia jelaskan lebih lanjut bahwa selama periode tahun 2017 hingga 2021, OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan guna merespon berbagai problematika/peristiwa yang terjadi terutama saat pandemi Covid 19.
Berbagai kebijakan OJK itu antara lain, POJK Perlakuan Khusus Bagi Daerah Bencana (POJK NOMOR 45/POJK.03/2017), Paket Kebijakan Agustus 2018 untuk mendorong ekspor Nasional, POJK Layanan Perbankan Digital (POJK Nomor 12/POJK.03/2018), POJK No.41/POJK.03/2019 tentang Penggabungan Peleburan, Pengambilalihan, Integrasi, dan Konversi Bank Umum, POJK No.12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, hingga POJK No. 11/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19 yang diamandemen dua kali terakhir menjadi POJK No. 17/2021.
POJK stimulus perekonomian di masa pandemi, mendapat respon sangat positif dari pelaku usaha dan industri perbankan, yang tercermin dari jumlah kredit yang diberikan restrukturisasi sempat mencapai Rp830 triliun yang diterima oleh 8 juta debitur.
“Jumlah ini dalam enam bulan terakhir cenderung menurun dan melandai hingga menjadi Rp714 triliun pada posisi 31 Oktober 2021 yang menunjukkan telah membaiknya kondisi pelaku usaha tercermin pada penyelesaian restrukturisasi dan menurunnya angka perpanjangan,” tambah Heru.
Berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan OJK tersebut serta didukung dengan kondisi perekonomian yang membaik berimplikasi positif terhadap stabilitas serta kinerja perbankan.
Pada posisi Oktober 2021 fungsi intermediasi terus meningkat dengan pertumbuhan kredit sebesar 3,24% (yoy) dan peningkatan penghimpunan DPK sebesar 9,44% (yoy) yang didukung dengan risiko kredit yang terkendali NPL gross 3,22%.
Begitu juga kondisi likuiditas yang sangat memadai tercermin pada rasio AL/DPK dan AL/NCD masing-masing sebesar 154,59% dan 34,05%, yang berarti di atas ambang batas ketentuan masing-masing pada level 50% dan 10%.
Ketahanan modal perbankan yang kuat juga terus menguat untuk mendukung pertumbuhan usaha dan menyerap kerugian tercermin pada CAR industri perbankan yang mencapai 25,34% atau jauh di atas ketentuan CAR minimum sesuai profil risiko.
“Untuk merespon tantangan ke depan, OJK juga telah menyusun Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020 – 2025 (RP2I) yang mencakup kebijakan jangka pendek dan struktural sebagai pedoman dalam pengembangan ekosistem industri perbankan dan penyiapan infrastruktur pengaturan, pengawasan serta perizinan ke depan guna mewujudkan industri perbankan yang agile, adaptif, kontributif, dan resillient,” imbuhnya lagi.
Sementara, di lain sisi, Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo menyatakan bahwa dirinya telah memberikan arahan untuk tidak terlalu mempersempit ruang gerak perbankan dengan regulasi.
“Karena ini kondisinya rumit ya. Kondisi yang sama-sama sulit kita hadapi, sehingga ini akan mencari new normal dari model bisnis yang harus dikembangkan. Maka, perbankan kita berikan waktu sedemikian rupa untuk melakukan pembenahan dan konsolidasi. Bahkan, memperbaiki dari sisi strategi bisnisnya, termasuk melakukan digitalisasi,” jelasnya. Steven Widjaja