Poin Penting
- OJK menegaskan komitmen memperluas literasi, inklusi, dan pelindungan keuangan bagi penyandang disabilitas melalui kebijakan, pedoman teknis, serta ratusan program edukasi
- Pedoman SETARA serta POJK 22/2023 dan POJK 3/2023 mewajibkan seluruh pelaku jasa keuangan menyediakan layanan inklusif
- OJK meluncurkan Buku Pedoman Literasi Keuangan bagi Penyandang Disabilitas dalam berbagai format ramah akses.
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperluas literasi, inklusi, dan pelindungan keuangan bagi penyandang disabilitas sebagai salah satu segmen prioritas dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021-2025.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi menyatakan, komitmen ini tidak berhenti pada tataran wacana, tetapi diwujudkan melalui kebijakan, pedoman teknis, serta program edukasi yang menjangkau puluhan ribu peserta di seluruh Indonesia.
“Penyandang disabilitas merupakan segmen yang perlu didukung agar mendapat kesempatan yang setara dan tidak tertinggal. Kami berkomitmen memberdayakan penyandang disabilitas melalui literasi, inklusi, dan pelindungan konsumen yang komprehensif,” tegasnya dalam kegiatan Edukasi Keuangan Hari Disabilitas Internasional (HDI) 2025 di Jakarta, Senin (8/12).
Baca juga: Infobank Digital Bareng Tugu Insurance Gelar Literasi Keuangan di FEB Unpad
Pada awal 2025, OJK meluncurkan Pedoman Akses Pelayanan Keuangan untuk Disabilitas Berdaya (SETARA) yang menjadi kerangka dan acuan bagi pelaku jasa keuangan dalam menerapkan layanan inklusif secara strategis dan praktis.
Pedoman ini memperkuat regulasi yang sebelumnya telah dirilis OJK melalui POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
Aturan tersebut mewajibkan seluruh pelaku jasa keuangan untuk menyediakan layanan yang ramah disabilitas. Mulai dari formulir braille untuk disabilitas netra, infrastruktur akses seperti jalur landai, antrian prioritas bagi penyandang disabilitas dan lansia, penyediaan ATM khusus disabilitas, hingga media informasi yang mudah diakses dan memahami ragam kebutuhan pengguna.
Kewajiban serupa juga tercantum dalam POJK Nomor 3 Tahun 2023 tentang Peningkatan Literasi dan Inklusi Keuangan, yang mengatur bahwa pelaku usaha jasa keuangan harus menyediakan sarana dan prasarana edukasi yang dapat diakses oleh masyarakat disabilitas.
Melalui regulasi-regulasi tersebut, OJK berupaya memastikan bahwa prinsip kesetaraan benar-benar terimplementasi dalam setiap lini layanan keuangan.
Tidak hanya pada aspek regulasi, komitmen OJK juga tercermin dari intensitas edukasi yang dilakukan. Sejak 2024 hingga 2025, OJK telah menyelenggarakan 192 program edukasi keuangan yang diikuti oleh 68.319 peserta penyandang disabilitas. Melalui program GENCARKAN, OJK juga menggelar 100 kegiatan tambahan dengan total peserta 9.410 orang.
Menurut Friderica, langkah ini penting untuk memastikan penyandang disabilitas memahami hak, risiko, serta peluang dalam menggunakan produk dan layanan keuangan.
“Literasi keuangan yang kuat akan memberi ruang bagi penyandang disabilitas untuk mandiri, produktif, dan terlindungi dari risiko-risiko finansial,” katanya.
Baca juga: OJK Terbitkan Aturan Parameter Pengawasan LKM, Ini Rinciannya
Buku Pedoman Literasi Keuangan
Pada kegiatan HDI 2025 tersebut, OJK juga meluncurkan Buku Pedoman Literasi Keuangan bagi Penyandang Disabilitas bertema “Disabilitas Cerdas dan Sehat Finansial Menuju Indonesia Emas 2045.”
Buku ini disusun melalui kolaborasi OJK, Kementerian Sosial, Bappenas, dan Komisi Nasional Disabilitas. Isinya mencakup prinsip dasar pengelolaan keuangan, cara menabung, investasi dengan bijak, pentingnya proteksi, hingga cara mengenali potensi penipuan di sektor keuangan.
Buku pedoman ini juga akan tersedia dalam berbagai format ramah disabilitas, seperti braille, audiobook, dan format lain yang mudah diakses.
Terakhir, Friderica menekankan pentingnya mendorong ruang yang lebih inklusif di sektor keuangan.
“Tidak semua orang belajar dengan cara yang sama. Karena itu, pedoman ini kami desain agar dapat diakses oleh semua ragam disabilitas. Tujuannya satu, tidak ada yang tertinggal dalam sistem keuangan nasional,” imbuhnya. (*) Alfi Salima Puteri










