Jakarta – Regulasi OJK dinilai efektif membantu perbankan dan lembaga keuangan non-bank menyelamatkan UMKM untuk bertahan dan bangkit kembali dari dampak pandemi Covid-19. UMKM tidak lagi hanya mengandalkan modal dari bank, tetapi juga dari fintech dan pasar modal.
Komisaris Bank Rakyat Indonesia (BRI) Rofikoh Rokhim, mengatakan selama pademi, OJK telah merevisi POJK 11 menjadi POJK 48/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019. Langkah ini sangat membantu meringankan UMKM yang memiliki kredit di perbankan.
Namun, dia mengatakan sebelum pandemi terjadi, OJK telah menyiapkan sejumlah regulasi yang mampu memperkuat daya tahan UMKM di tengah ketidakpastian, seperti yang terjadi sekarang.
Dengan demikian, paparnya, regulasi OJK yang tersedia di sistem keuangan nasional, tidak membuat pelaku UMKM hanya bisa mengandalkan modal dari Bank. Inisiasi OJK yang memberikan persetujuan pencarian dana dalam bentuk sosial finance ternyata sangat bermanfaat karena selama masa pandemi Covid-19 sudah diserap oleh ribuan usaha mikro dan kecil.
Selain itu, pelaku UMKM bisa memanfaatkan dana dari peer to peer landing (P2P) yang sedang berkembang pesat. Semua kebijakan ini, menurutnya, tidak hanya memberikan dukungan modal, kebijakan ini juga merangsang munculnya kreatifitas pelaku UMKM.
“Untuk POJK 11, kami sangat berterima kasih. Ini memberikan nafas bagi pelaku usaha, membantu membedakan mana yang terdampak mana tidak. Ini juga memberikan waktu, mana bisnis yang perlu di-top up dan tidak lagi diperpanjang. Alhamdulilah,” jelas Rofikoh Rokhim, dalam sebuah webinar seperti dikutip Jumat, 10 September 2021.
Menanggapi hal ini, Direktur Penelitian Bank Umum OJK, Mohamad Miftah mengatakan, sosial finance memang sangat membantu UMKM mendapatkan modal selain dari bank dan fintech. Saat ini, UMKM juga telah memanfaatkan dana dari pasar modal dengan equity crowd funding dengan melibatkan lima penyelenggara, 164 UMKM, 34 ribu investor dengan transaksi senilai Rp313 miliar.
Sedangkan, agar UMKM bisa memaksimalkan penggunaan dana dari fintech P2P, jelasnya, OJK juga mendorong pembentukan Ekosistem Keuangan Digital. Saat ini, sudah dilakukan oleh 124 penyelenggara dengan total penyaluran hingga Juni 2021 mencapai Rp23,37 triliun.
Mengenai realisasi POJK 48/2020, dia mengatakan per Juli 2021, jumlah debitur yang mendapat restrukturisasi kredit ada sebanyak 5 juta. Outstanding kredit yang direstrukturisasi turun menjadi sekitar Rp 779 triliun. Dari jumlah debitur yang mendapat restrukturisasi sebanyak 5 juta itu, 72 persen di antaranya adalah debitur UMKM.
“Memang sudah diberikan sinyal akan diperpanjang (relaksasi kredit dan pembiayaan), tetapi tentu akan dievaluasi kembali. Jika diperpanjang tetapi bank tidak siap, maka dampaknya juga perlu diantisipasi. Jadi tidak sendirian, semua pihak perlu mendukung. Kebijakan OJK tidak bisa berhasil sendiri,” terang Mohamad Miftah.
Di tempat yang sama, Ketua Umum UMKM Indonesia (Akumindo), M Ikhsan Ingratubun menambahkan regulasi keuangan yang diterbitkan OJK saat ini cukup banyak yang menunjukkan keberpihakan kepada UMKM, sehingga dapat digunakan untuk bertahan dari dampak pandemi Covid-19.
“Untuk relaksasi restrukturisasi kami minta diperpanjang lagi tahun 2022. Kemudian bunga KUR diturunkan dari 6 persen menjadi 3 persen. Ini akan sangat membantu pelaku UMKM. Kami juga minta OJK dan pihak yang terkait menertibkan fintech yang merugikan masyarakat,” paparnya.
Sementara iti, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan masalah utama pemulihan ekonomi dan UMKM adalah akses kepada pembiayaan. Tantangan ini perlu segera diatasi agar UMKM bisa bertahan selama pandemi.
“Perbaikan UMKM yang merupakan sektor infromal ini merupakan kunci utama menggerakkan roda perekonomian. Saya harap seluruh perbankan dapat berkoordinasi untuk menyelamatkan UMKM dan sektor informal. Agar keberlangsungan UMKM dapat terus berjalan dan perekonomian semakin baik lagi,” terangnya.
“Dari sisi ekonomi, momentun pemulihan ekonomi sudah terjadi pada kuartal II tahun ini, terlihat dari pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen yoy. Pertumbuhan juga dibukukan investasi, ekspor dan konsumsi, seiring dengan pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional,” paparnya.
Hingga Mei 2021, jelasnya, porsi kredit UMKM dari total penyaluran kredit perbankan baru mencapai 18,5 persen. Pemerintah, jelasnya, menargetkan porsi kredit UMKM akan meningkat menjadi 30 persen dari total kredit pada 2024, sehingga peran UMKM terhadap perekonomian akan semakin besar.
Untuk mempercepat penyaluran KUR, pihaknya juga telah merevisi Peraturan Menko Perekonomian Nomor 8/2019 menjadi Permenko Nomor 2/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat. Target penyaluran KUR ditambah menjadi Rp285 triliun dan realisasi per Agusgus 2021 51,8 persen untuk 3,99 juta debitur. (*)