Bandung – Otoritas Jasa Keuangan mendorong bank perkreditan rakyat (BPR) untuk memenuhi kewajiban modal inti minimum sebesar Rp6 miliar sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 5/POJK.03/2015.
Kententuan ini harus dicapai hingga akhir tahun 2019. Jika tidak, OJK akan mewajibkan BPR terkait untuk merger.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penelitian dan Pengaturan BPR, Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan, Ayahandayani K.
Ia memaparkan, per Januari 2019, terdapat 1.593 BPR yang tersebar di seluruh Indonesia, terbagi menjadi BPRKU 3 sebanyak 56 BPR, BPRKU 2 sebanyak 233 BPR dan BPRKU 1 sebanyak 1.304 BPR. Sementara, pada klasifikasi BPRKU 1, sebagian besar memiliki modal inti kurang dari Rp6 miliar atau sebanyak 722 BPR.
“Pada akhir 2019, kalau ternyata mereka tidak memenuhi modal inti, kami akan batasi ruang usaha dan perluasan jaringan kantornya, kemudian kalau mereka tidak mampu lakukan ketentuan modal inti, mereka harus siap-siap merger dengan BPR lain,” papar Ayahandayani, dalam kegiatan pelatihan dan gathering media massa, di Bandung, Jumat (03/05).
Ia menambahkan, ketentuan memiliki modal inti tersebut pun guna menghadapi tantangan-tantangan BPR saat ini, seperti perkembangan teknologi, persaingan dengan lembaga keuangan lainnya maupun kebijakan otoritas, ketentuan bank umum salurkan kredit ke UMKM 20% sehingga membuat irisan dengan pasar BPR, menjamurnya financial technology (fintech) yang membuat masyarakat bisa akses kredit lewat aplikasi, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, program pemerintah KUR, agen laku pandai yang bisa akses masyarakat di pelosok daerah, serta program CSR BUMN yg mengucurkan kredit ke pelaku usaha mikro. Kondisi ini menjadi tantangan bagaimana BPR dapat tetap tumbuh dan memberikan layanan terbaik ditengah persaingan ketat.
“Yang perlu jadi perhatian BPR di 2019;
penerapan manajemen resiko, standar IT, tata kelola, laporan kepada OJK. Pemenuhan tersebut tentunya butuh modal besar. BPR ini kalau yg kecil-kecil gimana bisa memenuhi standar organisasi. Jadi harus didukung modal yang mencukupi. Strategi yang dapat dilakukan yaitu mengundang investor baru, atau bersiap untuk konsolidasi dengan bpr lainnya. Kami juga akan mendorong BPR kerjasama dengan lembaga lainnya, baik itu fintech, atau lembaga provider TI untuk penguatan core banking system sesuai ketentuan OJK,” tambahnya.
Meski demikian, Ayahandayani mengatakan, di tengah persaingan ketat, pada 2019 kinerja industri BPR mengalami peningkatan signifikan. Menurut data OJK, per Januari 2019, aset, dana pihak ketiga, dan kredit industri BPR masing-masing tumbuh 7,69%, 8,59% dam 10,19% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. (Ayu Utami)