Bali – Dinamika perekonomian global saat ini masih penuh dengan berbagai ketidakpastian mendorong kenaikan tingkat suku bunga acuan, sehingga berdampak pada kenaikan cost of fund yang tentunya berdampak negative terhadap kemampuan keuangan masyarakat untuk memenuhi kewajiban pelunasan pinjaman.
“Untuk itu, efisiensi proses bisnis menjadi suatu hal yang krusial, sehingga service charge sebagai bagian dari suku bunga pinjaman dapat dikendalikan pada tingkat yang lebih affordable. Lebih jauh lagi, untuk mencegah stigma negatif dari masyarakat terkait aspek fairness dari tingkat suku bunga yang dibebankan kepada borrower, maka OJK juga memandang perlu untuk melakukan intervensi dengan menetapkan batas maksimal tingkat suku bunga,” Ogi Prastomiyono Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam acara 4th Indonesia Fintech Summit 2022 – Moving Forward Together “The Role of Digital Finance & Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stability, di The Padma Resort, Bali, Jumat, 11 November 2022.
Terkait dengan hal ini, OJK menerima banyak masukan dari berbagai pihak mengenai urgensi dari pengaturan manfaat ekonomi (yang terdiri dari bunga, biaya pinjaman, dan biaya-biaya lainnya), dalam rangka memberi perlindungan kepada borrower agar tidak dikenakan bunga dengan besaran yang tidak wajar.
Selain itu, sebagai bagian dari penerapan evidence-based policy, OJK berpandangan bahwa pengaturan suku bunga perlu diimplementasikan dengan mengacu pada hasil riset serta data dan informasi terkait tingkat suku bunga yang berlaku di sektor perbankan, pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya (khususnya untuk jenis pendanaan yang serupa).
Berdasarkan hasil riset OJK tahun 2021, manfaat ekonomi dapat ditetapkan adalah pada kisaran 0,311%-0,4% per hari. Dalam praktiknya, bunga yang besar hanya ada pada jenis pendanaan mutiguna. Sedangkan untuk pendanaan produktif, bunga tidak terlalu besar. Data bulan Juni 2022, biaya rata-rata bunga untuk pendanaan multiguna sekitar 0,25% per hari, sedangkan pendanaan produktif sekitar 2,21% per bulan. “Maka dari itu, berdasarkan hasil riset tersebut maka OJK akan menyiapkan peraturan lebih lanjut terkait pembedaan tingkat suku bunga untuk pendanaan produktif dan multiguna,” tambah Ogi.
Sebagai informasi, batas tingkat bunga fintech lending selama ini ditetapkan oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) maksimum 0,4% per hari. Dalam praktik, bunga ini untuk jenis pinjaman multiguna/konsumtif dengan tenor pendek, misal kurang dari 30 hari. Sementara untuk pinjaman produktif, bunga sekitar 12-24% per tahun.
“Besaran bunga fintech lending sangat bergantung pada sejumlah aspek biaya seperti e-KYC, transfer dana, credit scoring, perusahaan asuransi, dan tentu terkait penagihan (collection). Belum lagi, mulai 1 Mei 2022, Kementerian Keuangan memberlakukan ketentuan terkait pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPn) atas penyelenggaraan inovasi digital bidang jasa keuangan. Pengenaan pajak tersebut turut memberi imbas pada cost of compliance dari sisi pengguna sebesar 0,5%. Oleh karenanya, pengenaan pajak dapat mempengaruhi iklim persaingan di industri jasa keuangan,” ujar Kuseryansyah, Direktur Eksekutif AFPI, beberapa waktu lalu, (*) Ayu Utami