Jakarta–Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mulai melakukan pengawasan terhadap konglomerasi keuangan. Pasalnya, ada 50 entitas jasa keuangan yang saat ini menguasai 80% dari keseluruhan aset industri perbankan yang mencapai Rp5.127 triliun.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK, Irwan Lubis menilai, pengawasan konglomerasi keuangan selama ini sulit untuk disentuh. Padahal, pengawasan konglomerasi ini sangat penting, mengingat 80% market share dikuasai konglomerasi keuangan.
“Risiko juga cukup tinggi dan menguasai pangsa pasar yang besar. Pengawasaan konglomerasi yang selama ini susah disentuh. Ini penting kalau 50 bisa diawasi baik maka stabilitas keuangan bisa dijaga dengan baik,” ujar Irwan di Jakarta, Rabu, 13 Januari 2016.
Selain itu, grup usaha yang memiliki hubungan bisnis secara horizontal, atau bagian dari induk bisnis di luar industri jasa keuangan, juga menjadi kesulitan bagi OJK untuk melakukan pengawasan konglomerasi keuangan. Pasalnya, konglomerasi yang jadi perusahaan induk dalam konglomerasi, tidak semuanya bergerak di sektor perbankan.
“Entitas tidak semua bank. Dari 50 grup sekitar 45-47 adalah banking, 3 entitas utama nonbank, securitas atau multifinance. Ini menjadi tantangan, kalau entitas utama adalah bank akan lebih mudah,” tukas Irwan.
Di tempat yang sama Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Hartadi A. Sarwono menambahkan, hadirnya konglomerasi ini telah menghantui Indonesia secara vertikal dan horizontal. Sehingga butuh kerja keras OJK untuk mengatur dan mengawai konglomerasi keuangan.
“Konglomerasi ini terjadi secara vertikal dan horizontal. Memang mayoritas terdiri dari lembaga jasa keuangan, di antaranya satu pasar modal, 13 lembaga keuangan nonbank dan 11 lembaga khusus,” tutupnya. (*) Rezkiana Nisaputra