Jakarta – Komisi XI DPR menilai nilai tukar rupiah yang semakin melemah akan berimbas terhadap kenaikan utang pemerintah. Sebab, utang pemerintah saat ini masih dalam bentuk valuta asing.
“Utang kita kan dalam bentuk mata uang asing, otomatis misalnya mata uang asing menguat maka utang kita juga akan tinggi naiknya,” ujar Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati kepada awak media di Kompleks DPR RI, dikutip, Kamis 4 juli 2024.
Anis menjelaskan, hingga saat ini global sedang berada di dalam tren suku bunga tinggi (higher for longer). Ini dikhawatirkan akan menyebabkan terjadi penguatan dolar AS dan membuat mata uang negara berkembang seperti Indonesia melemah.
“Ini perlu usaha keras dari berbagai pihak dengan kerja sama, Komisi XI terus memantau pergerakan ini. Dan kami terus memantau bagaimana Bank Indonesia (BI) menjaga nilai tukar rupiah,” katanya.
Baca juga: Utang Pemerintah Naik Lagi! Sekarang Tembus Rp8.353,20 Triliun
Anis menyebutkan tekanan ekonomi global yang terjadi turut memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, BI juga harus konsisten melakukan intervensi dan mengoptimalkan sejumlah instrumen dalam menjaga stabilitas rupiah.
“Kami ingin rupiah bisa kembali stabil, mudah-mudahan di akhir tahun ini sudah bisa kembali ke Rp15.000 dan tahun depan juga bisa di kisaran Rp15.000,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024. Jumlah utang itu naik sebesar Rp14,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang senilai Rp8.338,43 triliun.
Dikutip dari Buku APBN Kita Edisi Juni 2024, menyebutkan bahwa rasio utang pemerintah tersebut setara 38,71 persen terhadap Produk Domestik bruto (PDB) Indonesia. Ini artinya tetap konsisten tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40 persen.
Berdasarkan instrumen, utang pemerintah terdiri dari dua jenis, yakni berupa surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang pemerintah per Januari 2024 masih didominasi oleh instrumen SBN, yakni 87,96 persen dan sisanya pinjaman 12,04 persen.
Secara rinci, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN Domestik sebesar Rp7.347,50 triliun. Terdiri dari SBN domestik sebesar Rp5.904,64 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara Rp4.705,24 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp1.199,40 triliun.
Baca juga: Pemerintah Tarik Utang Baru Rp132,2 Triliun, Sri Mulyani: Turun 12,2 Persen
Kemudian, jumlah utang pemerintah dalam bentuk SBN valuta asing per Mei 2024 sebesar Rp1.442,85 triliun, terdiri dari Surat Utang Negara Rp1.086,55 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp356,10 triliun.
Kemudian, utang pemerintah dalam bentuk pinjaman Rp1.005,52 triliun per Mei 2024. Jumlah itu terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp36,42 triliun dan pinjaman luar negeri Rp969,10 triliun.
Adapun, pinjaman luar negeri Rp969,10 triliun terdiri dari bilateral Rp265,83 triliun, multilateral Rp584,65 triliun, dan commercial banks Rp118,62 triliun. (*)
Editor: Galih Pratama