Jakarta–Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengajak seluruh stakeholder tidak terus menerus menyalahkan perbankan karena dianggap selalu membebankan debitor dengan suku bunga yang tinggi, khususnya untuk suku bunga kredit kepemilikan rumah (KPR).
Padahal kata Sigit, suku bunga KPR saat ini masih tergolong sangat rendah dibanding suku bunga pembiayaan korporasi dan UKM. Bahkan dia melihat ada beberapa bank yang berani memberi bunga KPR sekitar 8%.
“Saya sendiri paham betul, kenapa nasabah KPR dikasih bunga di bawah 10% masih banyak yang menjerit. Karena memang daya beli kita menurun,” kata Sigit dalam seminar Property & Mortgage Summit 2016 “Mendorong Pertumbuhan Industri Properti Sebagai Lokomotif Pembangunan di Tengah Kelesuan Ekonomi” yang diselenggarakan oleh Infobank Institute Bekerja sama dengan Perbanas di Hotel Ritz Carlton Kuningan Jakarta, Kamis, 18 Febuari 2016.
Sigit mengatakan, ada beberapa hal yang membuat bank sangat sulit untuk menurunkan suku bunga. Pertama masalah biaya Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berasal dari Deposito.
Ia mengangap saat ini masyarakat masih tergolong mengharapkan suku bunga deposito tinggi. Bahkan lembaga institusi atau lembaga pemerintah dengan dana triliunan, sebelum menggunakan dananya untuk keperluan sebuah proyek mengharapkan suku bunga yang tinggi dari bank.
Hal ini yang membuat perbankan, mau tak mau harus menyesuaikan suku bunga kreditnya. “Jadi penurunan suku bunga tidak bisa dibebankan ke perbankan saja. Semua harus bisa melihat perannya masing-masing,” jelas Sigit.
Hal kedua, lanjutnya, yang jadi persoalan lainnya yakni masalah biaya operasi. Tentu untuk masalah cost setiap bank punya caranya masing-masing. Dan untuk hal ini bank dianggap mampu mengatasi dengan berbagai cara.
Ketiga masalah margin keuntungan. Setiap bank kata Sigit mau tidak mau harus mencari margin yang cukup untuk menjalankan roda bisnisnya. “Terakhir masalah risk premium. Ini harus diatasi,” Jelasnya.
Pernyataan Sigit sendiri didukung oleh Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurut Bambang pola pikir mencari keuntungan besar dari bunga bank harus dihapusan. Karena akan membebankan bank dalam memberikan bunga ke masyarakat.
Bahka ia menceritakan pernah melihat di suatu daerah, yang dana APBD-nya sebesar 70% semuanya ditaruh bank.
“Kita akan mendorong setiap kementrian lembaga untuk tidak mencari keuntungan besar dengan menaruh dana di bank. Kalo perlu kita sendiri minta bunga rendah. Karena untuk mencari. Keuntungan besar bukan di bank, kalo perlu di pasar modal,” jelas Bambang. (*) Dwitya Putra