Oleh Eko B Supriyanto, Pemimpin Redaksi Infobank
BISNIS bank itu bak lari maraton. Bukan adu lari cepat. Itu pun syaratnya harus punya modal kuat. Mau ekspansi, perlu modal yang tebal juga. Jika mau punya bank besar, ya tambah modal. Hukum baku bank ya kekuatannya di modal.
Jadi, kalau ada tauke bank yang modalnya tipis, atau mau main-main lagi dijadikan “sirkulasi” uang bagi grupnya sudah tidak musim lagi. Jika ada “juragan” bank yang masih enggan menambah modal, sebaiknya segera menjual banknya. Sekarang saat yang tepat menjual bank, karena banyak investor yang antre untuk menjadikan bank digital.
Beberapa waktu lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan beleid baru soal modal. Lebih konkretnya, OJK mengubah konsep BUKU (bank umum kegiatan usaha) menjadi KBMI (kelompok bank berdasarkan modal inti). Pembedanya adalah soal modal inti. Sedangkan mengenai modal minimum bank tidak berubah.
Dalam aturan POJK terbaru, yakni POJK Nomor 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum, OJK mengelompokkan KBMI atas empat kelompok. Dengan demikian, OJK ini menggantikan konsep yang diwariskan BI sejak 2012 (PBI No. 14/26/PBI/2012). Lalu, aturan itu dilanjutkan oleh OJK dan diperbarui lewat POJK No. 6/POJK/03/2016. Konsep BUKU menjadi KBMI dengan empat klaster bank berdasarkan modal inti.
Satu, untuk bank dengan modal inti sampai dengan Rp6 triliun masuk kategori KBMI 1. Dua, bank dengan modal inti Rp6 triliun sampai dengan Rp14 triliun masuk KBMI 2. Tiga, jika bank punya modal Rp14 triliun sampai dengan Rp70 triliun masuk KBMI 3. Empat, bank dengan modal inti di atas Rp70 triliun masuk kasta tertinggi, KBMI 4.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, khususnya bagi bank-bank yang modalnya masih cekak. OJK menegaskan tidak mewajibkan bank umum menaikkan modal inti minimum menjadi Rp6 triliun setelah 2022 seiring dengan berlakunya Peraturan OJK (POJK) Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Bank Umum.
Ketentuan minimal modal inti tetap – tertuang dalam POJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum yang menyebutkan minimal modal inti bank umum Rp1 triliun di 2020, Rp2 triliun di 2021, dan Rp3 triliun di 2022. Jadi, para pemilik bank tidak perlu dag dig dug untuk menyesuaikan modal minimum menjadi Rp6 triliun.
Justru dalam KBMI ini OJK membuat klaster yang lebih relevan dengan zamannya. Jika konsep BUKU, sudah tidak relevan. Sudah tidak sesuai dengan kondisi riil struktur permodalan bank. Simak saja – ada bank dengan jurang modal lebar di BUKU 4. Kelompok BUKU 4 papan atas dengan BUKU 4 papan bawah.
Sudah tidak fair dan tidak relevan lagi bila memasukkan Bank Mandiri, BRI, BCA, dan BNI dengan bank BUKU 4 lainnya, seperti PaninBank, CIMB, Permata maupun Danamon, karena rentang modal yang lebar. Bank Mandiri, BRI, BCA, dan BNI sudah mempunyai modal inti di atas Rp100 triliun. Sementara bank-bank BUKU 4 lainnya, modal intinya jauh tertinggal dari mereka. Rentang yang lebar. Hal yang sama juga dengan bank-bank BUKU 3. Dan, lebih jelas lagi sudah tidak ada bank BUKU 1 – karena semua bank sudah mempunyai modal minimum di atas Rp1 triliun.
Pengelompokan bank menurut KBMI ini adalah pengaturan yang benar-benar baru. Jadi, tidak ada bank yang turun kelas. Konsep BUKU sudah tidak sama dengan KBMI. Jadi, tidak perlu pula turun gengsi – khususnya bagi bank-bank BUKU 4 yang modalnya masih belum Rp70 triliun. Nah, kalau belum punya modal Rp6 triliun, ya ndak apa-apa. Yang tidak boleh nanti pada akhir 2022 modalnya di bawah Rp3 triliun.
Ada yang perlu diberi penegasan – POJK ini melihat jauh ke depan. Bahwa modal inti bank harus kuat jika hendak menjadi besar. Setiap ekspansi membutuhkan modal. Dan, yang paling penting KBMI ini merupakan antisipasi dari new landscape competition dengan berbagai layanan financial technology (fintech).
Dan, KBMI ini memberi banyak insentif, serta memberi ruang lebar sinergi, khususnya bagi kelompok usaha keuangan untuk melakukan sinergi dengan anak usahanya. Semoga klaster KBMI juga memudahkan OJK untuk membuat kebijakan yang lebih efektif bagi semua bank – menurut klasternya.
Beleid baru tentang bank umum ini memberi visi baru bagi perbankan ke depan. Selamat tinggal Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan konsep bank menurut BUKU. Tapi, ada satu hikmah besar dari API dan BUKU – soal modal bagi bank itu penting. (*)