Jakarta – Para nasabah Minnapadi secara resmi mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Komisi XI.
Para perwakilan nasabah mengadakan audiensi bersama Fathan Subchi (wakil ketua dpr komisi XI) agar mendesak OJK untuk mengintruksikan Minnapadi, jangan terus menunda nunda pembayaran dana nasabah yang sudah terkatung katung 8 bulan sejak OJK membubarkan dan melikuidasi 6 produk Minnapadi pada 25 November 2019.
“Para wakil rakyat menyatakan akan segera memanggil OJK untuk segera mencari solusi dan keadilan bagi nasabah dan memfasilitasi rapat antara pihak OJK dengan nasabah,” kata Hendri salah satu nasabah kepada Infobank, Jumat, 10 Juli 2020.
Adapun aspirasi yang disampaikan nasabah ke DPR kata Hendri yakni 6 produk minapadi dibubarkan dan dilikuidasi berdasarkan POJK no 23/POJK.04/2016 pasal 45C yang pelaksanaan pembayaran diatur dalam pasal 47b mengharuskan pembayaran dilakukan berdasarkan NAB pembubaran.
Selain itu, berdasarkan POJK no 01/POJK.07/2013 yang menyebutkan bahwa pelaku jasa keuangan wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang timbul akibat kesalahan dan / kelalaian pengurus, pegawai pelaku usaha jasa keuangan dan / pihak ke 3 yang bekerja untuk kepentingan pelaku jasa keuangan.
Sekedar informasi, sebelumnya, PT Minna Padi Aset Manajemen (MPAM) mengungkapkan telah meminta persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melaksanakan lelang terbuka sisa saham hasil likuidasi.
Hal tersebut diumumkan perusahaan sebagai alternatif solusi terkait pebagian hasil likuidasi reksa dana MPAM tahap II.
“Sebagai bentuk upaya mencari solusi atas kendala yang dihadapi dalam proses pembubaran dan Iikuidasi reksa dana, kami tengah meminta persetujuan OJK untuk menjalankan proses lelang terbuka di luar mekanisme bursa efek, yaitu penjualan saham melalui balai lelang independen yang ditunjuk,” kata Direktur MPAM Budi Wihartanto pada Selasa, 23 Juni lalu.
Budi menuturkan, terkait hal itu pihaknya sendiri telah mengirim surat ke OJK tanggal 11 Juni, 2020. Hal itu dilakukan untuk mencapai harga penjualan terbaik atas sisa saham dalam portofolio reksa dana, mengingat upaya penjualan melalui mekanisme bursa efek terkendala sedikitnya dan/atau tidak adanya penawaran beli (bid) di pasar reguler maupun pasar negosiasi.
Sementara penyerapan sisa saham oleh MPAM, pihak terafiliasi dan pemegang saham dengan menggunakan kemampuan finansial yang dimiliki saat ini, tidak disetujui oleh OJK.
Ia menuturkan, proses lelang terbuka ke publik akan mengikuti seluruh syarat dan tata cara yang berlaku umum dalam proses lelang, sehingga tercipta keterbukaan informasi kepada para pihak yang berkepentingan demi tercapainya azas transparansi dan akuntabilitas.
“Hal ini sebagai ikhtiar MPAM untuk percepatan penyelesaian proses pembubaran dan Iikuidasi reksa dana, sehingga hak para nasabah pemegang unit penyertaan dapat segera dibagikan, baik untuk nasabah yang memilih inkind maupun nasabah yang memilih opsi tunai,” ujar Budi.
Sehubungan dengan proses pembubaran dan Iikuidasi enam reksa dana MPAM yakni Reksa Dana Minna Padi Keraton II, Property Plus, Pasopati Saham, Pringgondani Saham, Amanah Saham Syariah, dan Hastinapura Saham, manajemen MPAM telah mengirim surat kepada OJK tanggal 27 Mei 2020 dengan Surat No. 075/CM-DIR/MPAM/V/2020 perihal Tanggapan Atas Surat OJK Nomor S-484/PM.21/2020, tentang kemungkinan dijalankannya proses pembagian hasil Iikuidasi tahap II kepada seluruh nasabah pemegang unit penyertaan dengan mengesampingkan terlebih dahulu kendala atas penyerapan sisa saham yang belum terjual.
Nasabah “incash” disebutkan menerima pembagian tunai dengan membagi seluruh “net cash” yang ada dalam reksa dana secara proporsional. Sementara nasabah inkind akan menerima pembagian hasil Iikuidasi dalam bentuk saham. Namun hingga saat ini, pihak OJK belum membalas surat tersebut untuk memberikan tnggapan maupun arahan terkait skema yang diusulkan tersebut. (*)