Jakarta–Putusan kasus korupsi e-KTP mengundang banyak tanda tanya, khususnya terkait tidak adanya nama Setya Novanto dalam putusan Irman dan Sugiharto.
Mengutip Tempo.co.id, Peneliti dari divisi hukum Indonesia Corruption Watch, Aradila Caesar, pun meminta publik untuk tidak berpikir negatif dahulu perihal terebut. Ia berkata, hal itu bukan akhir dari segalanya.
“Itu bukan akhir. Bisa dilihat bahwa ada fakta hukum lain yang masih bisa digali Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Aradila dalam diskusi ICW perihal putusan tindak pidana korupsi, Minggu, 13 Agustus 2017.
Hal itu sendiri dirasa janggal oleh sejumlah pihak karena Setya selama ini disebut memiliki peran integral dalam kasus korupsi e-KTP, dari mengkondisikan peserta lelang hingga menentukan pemenangnya.
Bahkan, nama Setya pun disebut dalam tuntutan.
Sementara Irman dan Sugiharto selaku pejabat Kementerian Dalam Negeri, divonis 7 dan 5 tahun penjara, lantaran terbukti menerima suap terkait proyek e-KTP. Irman juga diwajibkan membayar denda Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Sementara, Sugiharto diwajibkan membayar denda Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Dalam kasus megakorupsi yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp2,3 triliun dari nilai proyek Rp 5,9 triliun tersebut, sebelumnya nama Setya Novanto dan beberapa anggota DPR disebut dalam surat tuntuan jaksa. Status Setya Novanto sendiri kemudian dinaikkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*)