Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait dengan keputusan PP Muhammadiyah menarik dananya di PT Bank Syariah Indonesia (BSI) yang dikabarkan di kisaran Rp13 – Rp15 triliun.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyatakan penarikan dana tersebut merupakan suatu fenomena yang biasa terjadi di dalam industri perbankan.
“Penarikan yang dilakukan Muhammadiyah sebenarnya mungkin dilihat secara normatif kita melihatnya memang orang menyimpan dan menarik itu suatu fenomena yang biasa dan tentu kita hanya ingin memastikan kepada bank-bank untuk yang mengalami hal seperti itu adalah untuk memenuhi kecukupan,” kata Dian dalam Konferensi Pers RDK, Senin 10 Juni 2024.
Dian bilang, meskipun dana dari Muhammadiyah ditarik, likuiditas BSI masih tetap terjaga, sehingga tidak perlu ada yang harus dikhawatirkan.
“Sehingga tentu managemen likuiditas, manajemen risiko itu harus tetap dipertahankan. Kalau kita melihat sejauh ini BSI masih sangat likuid dan tidak ada isu yang perlu dikhawatirkan dengan masalah penarikan dana ini,” ungkap Dian.
Baca juga: Muhammadiyah Tarik Dana, BSI Tetap Berkomitmen Jadi Mitra Strategis
Di sisi lain, mengenai isu terkait hubungan BSI dan Muhammadiyah, hal itu merupakan kewenangan di luar dari OJK. Hal ini adalah tugas pemegang saham pengendali dari BSI untuk memprofiling dan melakukan komunikasi yang baik dan intens.
“Sebetulnya ini biasa saja harus dilakukan semua bank terhadap nasabahnya, sehingga memang ini dianggap ada miss understanding dan sebagainya. Saya kira ini perlu segera diselesiakan, tentu saja OJK mendorong komunikasi ini terus ditingkatkan,” jelasnya.
Adapun, menilik data Biro Riset Infobank, DPK bank hasil penyatuan tiga bank pelat merah ini terus menunjukkan tren kenaikan. Per April 2024, DPK BSI berada di level Rp293,24 triliun, atau naik 9,41 persen year on year (yoy) dari tahun sebelumnya di periode yang sama sebesar Rp268,01 triliun.
Apabila Muhammadiyah mengalihkan dana simpanannya yang dikabarkan mencapai Rp13 triliun pada April 2024, maka DPK BSI akan susut 0,04 persen atau menjadi Rp280,22 triliun.
Mengembangnya DPK BSI di April ini turut didorong dengan pertumbuhan CASA yang meningkat menjadi 61,21 persen, yang ditopang oleh naiknya tabungan wadiah, sehingga turut menjaga Cost of Fund (CoF) di kisaran 60 persen.
Baca juga: Saham BRIS Masih Kokoh Usai Muhammadiyah Alihkan Dana Triliunan
Sementara jika merujuk data per Desember 2023, BSI berhasil menghimpun DPK Rp293,77 triliun, atau naik 12,35 persen secara tahunan dibanding periode yang sama di tahun 2022 yang sebesar Rp261,49 triliun.
Dengan DPK sebesar itu, BSI mencatatkan namanya sebagai bank penghimpun DPK terbesar keenam dari 105 bank atau nomor satu di jajaran bank-bank syariah.
Kemudian, jika dana Muhammadiyah Rp13 triliun dari BSI dialihkan ke bank lain di akhir Desember 2023, maka DPK BSI hanya akan susut 0,04 persen atau menjadi Rp280,77 triliun. Meski susut, BSI masih tetap tercatat sebagai bank penghimpun DPK terbesar keenam secara nasional. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - Demi meningkatkan kinerja keselamatan dan integritas aset, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan PT Badak… Read More
Jakarta - Penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) harus melewati regulatory sandbox milik Otoritas Jasa… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More
Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More
Labuan Bajo - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa, akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terbaru… Read More
Jakarta - PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL), emiten penyedia kain, seragam, dan fashion berhasil… Read More