Modal Ventura Optimistis Kenaikan PPN Tak Guncang Portofolio, Ini Alasannya

Modal Ventura Optimistis Kenaikan PPN Tak Guncang Portofolio, Ini Alasannya

Jakarta – Sejumlah perusahaan modal ventura merespons rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Meski sempat dikhawatirkan, mereka menegaskan bahwa kenaikan ini tidak akan berdampak signifikan pada portofolio bisnis, terutama di sektor ritel dan konsumen.

Venture Partner dari Init-6, Rexi Christopher, mengakui bahwa kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen dapat menyebabkan sedikit guncangan. Namun, ia optimistis hal tersebut tidak akan memengaruhi portofolio perusahaan secara keseluruhan.

“Menurut analisis kami, bakal ada guncangan sedikit terhadap sektor konsumen. Namun sektor konsumen akan tetap glowing ke depannya,” ujarnya, dalam acara Consumer Market Update, Senin, 18 November.

Baca juga : Sri Mulyani Pastikan Kenaikan PPN 12 Persen Berlaku Tahun Depan

Rexi menambahkan bahwa gaya konsumtif masyarakat Indonesia menjadi salah satu alasan utama kenaikan PPN tidak akan berdampak besar.

“Kalau naik PPN 1 persen, mungkin goyang-goyang dikit ya habis itu biasa lagi. Kita rasa dari sisi outlook dirasa tidak akan banyak guncangan,” bebernya.

Konsumsi Rumah Tangga Masih Kuat

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor utama Produk Domestik Bruto (PDB).

Tercatat, pada triwulan terakhir, konsumsi rumah tangga menyumbang 53,08 persen dari PDB, dengan pertumbuhan tahunan (yoy) 4,91 persen. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat masih terjaga.

Baca juga : Soal Kenaikan PPN 12 Persen, Begini Update dari Penasihat Bidang Ekonomi Prabowo

Senada dengan itu, VP of Investments Trihill Capital, Valerianus lan Sulaiman, mengatakan bahwa rencana kenaikan PPN belum menjadi perhatian utama.

“Kalau di portofolio kami, PPN 11 persen ke 12 persen belum menjadi concern apakah nantinya akan berampak secara negatif atau tidak. Hal ini belum menjadi pertimbangan khusus,” ungkapnya.

Sementara itu, Portfolio and Advisory Head dari OCBC Ventura, Dyah Trisnawaty, menyebut bahwa tingginya tingkat konsumsi masyarakat Indonesia membuat dampak kenaikan PPN ini tidak akan terasa dalam waktu dekat.

“Apalagi, masyarakat kan selalu ingin mencoba hal-hal baru alias fomo (fear of missing out). Jadi belum akan terasa bagi sektor consumer,” pungkasnya.

Risiko Kontraksi Ekonomi

Namun, di sisi lain, Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memperkirakan risiko kontraksi ekonomi akibat kenaikan PPN.

Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti mengungkapkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 dapat menekan daya beli masyarakat, menurunkan pendapatan riil, dan memperburuk kinerja ekspor maupun impor.

“Kenaikan tarif PPN itu akan membuat kontraksi perekonomian. Jika skenario kenaikan tarif PPN tetap dilaksanakan, maka pendapatan masyarakat akan turun, pendapatan riil turun, dan konsumsi masyarakat jelas turun. Sehingga ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan, tapi juga pedesaan,” kata Esther dalam Diskusi Publik bertajuk Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, Kamis, 12 September 2024.

Baca juga: Mengukur Dampak Pemutihan Utang Petani dan Nelayan ke Industri Asuransi

Berdasarkan simulasi INDEF, kenaikan PPN menjadi 12,5 persen dapat menurunkan upah nominal sebesar -5,86 persen, mengurangi Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,84 persen, dan mengontraksi pertumbuhan PDB sebesar 0,11 persen.

Selain itu, konsumsi masyarakat diperkirakan terkontraksi 3,32 persen, sementara ekspor dan impor masing-masing turun sebesar 0,14 persen dan 7,02 persen. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

News Update

Top News