Minimnya Informasi Biaya Pinjaman Diduga jadi Pemicu Nasabah Pinjol AdaKami Bunuh Diri

Minimnya Informasi Biaya Pinjaman Diduga jadi Pemicu Nasabah Pinjol AdaKami Bunuh Diri

Jakarta – Kisah nasabah pinjaman online (pinjol) AdaKami berinisial K, yang diduga bunuh diri akibat diteror oleh penagih hutang atau debt collector menuai beragam reaksi publik.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, ada berbagai faktor yang menjadi pemicu kejadian tersebut, utamanya perihal keterbatasan informasi biaya pinjaman nasabahnya. 

“Informasi biaya pinjaman sangat penting diketahui nasabah. Jangan sampai nasabah mengiyakan begitu saja sehingga tidak bisa membayar kewajiban karena bunganya besar,” kata Josua, kepada Infobanknews, dikutip 23 September 2023.

Baca juga: Waduh, Pinjol AdaKami Mau Tutup Kasus Nasabah Bunuh Diri, Kok Bisa?

Sebagaimana diketahui, dari tangkapan layar yang viral beredar, pinjol AdaKami memberikan biaya layanan hampir 100% dari pinjaman. Misalnya saja, pinjaman pokok Rp19.600.000, dikenakan biaya layanan Rp16.169.994, dengan biaya bunga sebesar Rp2.940.003.

Sementara, untuk pinjaman pokok Rp3.700.000 dikenakan biaya layanan sebesar Rp 3.420.018 dan biaya bunga Rp187.460 dan PPN Rp159.178.

Ia mengatakan, keterbatasan informasi tersebut menandakan minimnya literasi keuangan masyarakat di Tanah Air. Imbasnya, masyarakat pun mudah terjebak pinjaman online karena tingginya kebutuhan hidup.

“Memang dari survey OJK saja, literasi keuangan masih sangat rendah. Maka dari itu penting pentingnya edukasi kepada masyarakat,” jelasnya. 

Data OJK menyebut, dengan total populasi penduduk mencapai lebih dari 270 juta orang yang tersebar di lebih dari 17 ribu pulau, masih memiliki indeks literasi keuangan di bawah 50 persen pada tahun 2022.

Baca juga: OJK Desak Pinjol AdaKami Investigasi Kasus Nasabah Bunuh Diri

Meski begitu, jumlah tersebut  naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03 persen. Sementara indeks inklusi keuangan tahun 2023 mencapai 85,10 persen meningkat dibanding periode sebelumnya di tahun 2019 yaitu 76,19 persen. 

Hal ini menunjukkan gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi kian menurun, dari 38,16 persen di tahun 2019 menjadi 35,42 persen di tahun 2022.

“Untuk itu, OJK harus terus memonitor fintech pinjol dengan harapan penguatan perlindungan bagi konsumen tetap berjalan baik,” pungkasnya. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Related Posts

News Update

Top News