Jakarta – Di tengah tekanan barat yang semakin masif, justru memperkuat hubungan Rusia dan China. Hubungan antara kedua negara saat ini berada pada tingkat tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin dalam pertemuan dengan sejawatnya dari China di Beijing, Rabu (24/5/2023) mengatakan, China tidak pernah mengecam invasi Rusia ke Ukraina.
“Negara itu menempatkan dirinya sebagai pihak netral antara Rusia dan Ukraina dan ingin membantu menengahi untuk mengakhiri konflik,” katanya, mengutip VOA Indonesia, Kamis (25/5/2023).
Meski demikian, China ‘menyalahkan’ Barat karena dianggap memprovokasi Moskow dan telah mempertahankan hubungan diplomatik dan perdagangan yang kuat dengan Rusia untuk menentang sanksi terhadapnya.
Sebelumnya, utusan khusus China bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dan pejabat pemerintah lainnya selama pembicaraan di Kyiv bulan ini.
Kunjungan itu menyusul pembicaraan telepon antara pemimpin Ukraina dan rekannya dari China Xi Jinping yang menandai kontak pertama yang diketahui antara keduanya sejak invasi Rusia dimulai.
Beijing juga merilis rencana perdamaian pada Februari tetapi sebagian besar sekutu Ukraina menolaknya, dan bersikeras bahwa Putin harus menarik pasukannya.
Rencana perdamaian 10 poin Zelenskyy sendiri mencakup pengadilan untuk mengadili kejahatan perang yang dilakukan oleh Rusia.
Dalam sambutannya, Mishustin menekankan peran Rusia sebagai penyedia minyak dan gas ke China dan ikatan mereka terbentuk sebagai sekutu awal di antara negara-negara komunis.
“Orang-orang Rusia dan China menghargai sejarah, kekayaan budaya, dan tradisi mereka. Kami mendukung pengembangan lebih lanjut dari budaya, pertukaran, dan komunikasi kami,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama