oleh Eko B. Supriyanto, Pemimpin Redaksi Infobank
MERGER tiga bank milik bank pelat merah tampak cepat dan mulus. Hanya tempo enam bulan proses merger harus sudah selesai. Pada Februari 2021, bank hasil merger ini sudah selesai. Hal yang jarang terjadi dalam sejarah merger di Indonesia. Merger BRI Syariah, BNI Syariah dan Mandiri Syariah ini akan masuk jajaran 10 bank besar di Indonesia.
Untuk apa merger bank syariah pelat merah ini? Menurut Erick Thohir, Menteri Negara BUMN, potensi bank syariah di Indonesia masih besar, lantaran mayoritas penduduknya di Indonesia merupakan umat muslim. ”Lalu, kenapa saya menginginkan merger bank syariah, karena Indonesia yang penduduk muslimnya terbesar tidak punya fasilitas itu. Nah, kalau bank syariah dimerger, ia bisa menjadi top bank yang menjadi alternatif pilihan,” kata Erick Thohir kepada wartawan, beberapa waktu lalu.
Erick juga punya keinginan bank syariah hasil merger ini juga bisa menjadi opsi pendanaan baru bagi nasabah di Indonesia. Dan, Erick pun menyadari perbankan syariah di Tanah Air masih kalah dengan kondisi di beberapa Negara, meski mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Sepertinya adem ayem saja dalam rencana merger bank syariah pelat merah ini. Ada beberapa catatan. Satu, hasil merger bank syariah ini akan menghasilkan dominasi aset ke salah satu bank hasil merger ini. Kenyataan ini tidak baik bagi persaingan antarbank syariah. Bank-bank syariah yang sedang tumbuh pun akan sulit bersaing.
Dua, bank hasil merger itu tidak akan menambah pangsa pasar perbankan syariah, karena yang digabung adalah sesama bank syariah. Jadi, market share perbankan syariah masih sekitar 6-7 persen. Tiga, untuk berkiprah ke luar negeri sepertinya hanya angin surga, karena induknya saja juga masih menjadi bank pelengkap penderita di kawasan ASEAN sekalipun.
Empat, paling tidak bank hasil merger ini akan melakukan konsolidasi internal yang relatif lama, karena problem terbesar dari merger adalah menyangkut integrasi manusia. Jika demikian, maka untuk berkembang cepat sepertinya tidak mudah.
Apapun itu, merger bank syariah BUMN ini akan terus berlangsung. Tim pengelola juga sudah ditunjuk. Dan, bahkan ketika menghadap Wakil Presiden RI, Ma’ruf Amin, Erick Thohir dan Hery Gunardi, Ketua Project Management Office merger bank syariah Himbara, paling tidak ada tiga hal penting.
Satu, tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK); du, bisa berkiprah di Pasar Timur Tengah paling tidak dalam hal pendanaan; dan ketiga, menyangkut keuangan mikro, terutama Bank Mikro Wakaf yang ada di pesantren-pesantren. Tidak mudah melaksanakan hal itu, karena umumnya merger selalu berakhir pada PHK. Sementara menyangkut pasar Timur Tengah juga tidak mudah, karena selama ini bank-bank syariah ini main di pasar dalam negeri, dan yang soal Bank Wakaf Mikro tentu membutuhkan keahlian sendiri.
Keinginan Erick Thohir untuk menjadikan bank syariah hasil merger menjadi top bank akan terwujud di Triwulan I tahun 2021. Perkiraan aset dari hasil merger ini akan mencapai kisaran Rp215 triliun. Suatu ukuran aset yang besar, dan langsung masuk Top 10 Bank di Indonesia di atas Bank Danamon dan Bank Maybank Indonesia. Langsung masuk kelompok bank sistemik, dan belum masuk kategori BUKU IV.
Pemegang saham bank hasil merger, Bank Mandiri akan menguasai 51,17%, Bank BNI 25,02%, Bank BRI 17,36%, DPLK-BRI-saham syariah sebesar 2%, BNI Life Insurance 2%, Mandiri Sekuritas kurang dari 1% dan kepemilikan publik 4%. Komposisi ini menimbulkan banyak pertanyaan ke publik.
Misalnya, ada juga suara-suara, mengapa basis hitungannya tidak laporan keuangan tahun 2020, melainkan laporan keuangan 2019. Jika menggunakan laporan keuangan 2020, tentu komposisi kepemilikan sahamnya juga akan berbeda, karena basisnya aset, maka BRI sebenarnya dapat tambahan aset dari Qanun Aceh yang mencapai Rp20 triliun. Meski hal yang sama juga terjadi pada Mandiri maupun BNI Syariah yang sama-sama dapat berkah Qanun Aceh.
Justru yang sering menjadi “bisik-bisik” bankir adalah mengenai inbreng yang jadi subsequent event. Simak, Bank Syariah Mandiri meski belum selesai sudah diakui, tapi inbreng BRI tidak diakui. Memang tidak material, tapi soal governance dan fairness. Jika harus diakui ya sama-sama diakui, atau jika tidak ya sama-sama tidak diakui. Jangan berbeda perlakuan.
Selain itu – hal yang paling akan mendapat “durian runtuh” atau tambahan aset akibat merger ini adalah Mandiri. Jika aset bank hasil merger ini akan mencapai Rp219 triliun, maka akan masuk dalam hitungan aset konsolidasi Mandiri.
Paling tidak Mandiri di Triwulan I Tahun 2021 akan mendapat tambahan aset Rp219 triliun. Atau, paling tidak akan mendapat tambahan aset Rp100 triliun (aset BNI Syariah dan BRI Syariah), kerena aset Mandiri sebelumnya sudah dikonsolidasi. Aset Mandiri akan sulit dikejar.
Dikonsolidasikan ke BUMN atau ke bank BUMN?
Terlepas dari pro kontra – merger bank syariah Himbara ini menguntungkan Mandiri, karena asetnya terbang, meski tanpa ekspansi, cukup dengan merger saja. Sementara aset BRI akan kempes sebesar aset BRI syariah sekarang ini. Hal yang sama juga terjadi pada aset BNI. Penambahan aset BRI dan BNI hanya sejumlah penyertaan di bank yang konon akan diberi nama Bank Syariah Indonesia
Siapa diuntungkan dari “kawin sedarah” bank syariah pelat merah ini, sekali lagi akan dinikmati Bank Mandiri. Asetnya naik tajam, dan BRI akan membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk mengejar aset Mandiri – dan bisa jadi tipis sekali peluangnya akan mengejar aset Mandiri.
Meski, BRI dikasih semacam “permen” dengan mengakuisisi Pegadaian dan Penanaman Nasional Madani (PNM) – yang asetnya tidak besar. Soalnya, BRI dikasih permen sebagai hiburan, setelah BRI Syariah yang menjadi mesin merger hilang dari konsolidasi aset BRI, kini BRI dikasih permen untuk mengakusisi Pegadaian dan PNM.
Sementara “durian runtuh” itu jatuh lagi ke Mandiri – setelah posisi puncak bank Himbara dipenuhi alumnus Mandiri. Dan, pada akhirnya yang akan menikmati adalah pemegang saham Mandiri – termasuk pemegang saham publik yang mayoritas dimiliki oleh asing ini.
Selamat bermerger ria, semoga lancar, tidak ada benturan budaya, dan tidak mengikuti jejak merger Mandiri tahun 1999 – yang juga pernah disalip asetnya oleh BRI. Kini Mandiri akan menduduki posisi bank dengan aset tertinggi — menjaga jarak yang lebih jauh dengan posisi aset BRI — dengan aset terbesar di Indonesia.
Selamat buat Mandiri, setelah alumnusnya di puncak bank-bank pelat merah, kini menjadi bank terbesar dalam sisi aset – yang sepertinya bakal sulit terkejar. Tapi, soal market capitalization tampaknya Mandiri masih jauh dari BCA dan BRI. Jujur, jika merger bank syariah ini dikonsolidasikan ke Mandiri maka yang dapat “durian runtuh” Mandiri.
Namun ada juga yang punya pendapat berbeda, sebaiknya bank hasil merger ini dimiliki oleh Kementerian BUMN, dan bukan BUMN (Mandiri). Adalah Iggi H. Achsien, Staf Ahli Kantor Wakil Presiden mengingatkan kita semua, bank syariah hasil merger ini tidak dikonsolidasikan ke dalam Bank Mandiri. Ada baiknya dimiliki oleh Negara lewat Kementrian BUMN, jadi bank anggota Himbara menjadi lima bank, yaitu Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BNI, BTN plus Bank Syariah Indonesia. Dimiliki oleh Pemerintah langsung melalaui sovereign wealth fund.
Kita sependapat dengan itu, Bank Syariah Indonesia lebih baik dimiliki oleh Negara lewat Kementrian BUMN, bukan konsolidasi ke Mandiri – yang bisa jadi akan menimbulkan “luka” atau “nggrundel” di BRI dan BNI. Dan, “luka” itu yang bisa jadi akan menghambat proses merger itu sendiri.
Selamat merger bank syariah milik bank BUMN menjadi Bank Syariah Indonesia yang akan masuk 10 besar bank di Indonesia. (*)