Seharusnya ada ahli hukum yang berani mempersoalkan keputusan anggota DPR dalan pemilihan pejabat publik tersebut. Karena kejadian ini bukan untuk pertama kalinya. Kejadian ini persis sama dengan proses pemilihan DK OJK 5 tahun lalu. Calon ketua yang tidak terpilih tidak menjadi anggota DK.
Kritik kedua adalah mengenai proses uji kelayakan dan kepatutan itu sendiri, sebelum voting dilaksanakan. Jika kita melihat berlangsungnya sidang fit and proper test di DPR pekan lalu, kita benar-benar akan kecewa dengan perilaku anggota DPR. Tampaknya bagi sebagian besar anggota DPR, fit and proper test itu hanya “showcase“, sebuah etalase untuk menunjukkan kekuasaan mereka saja.
Tujuan untuk menyaring calon sesuai hakekatnya yaitu melalui suatu fit and proper test tidak dilakukan dengan semestinya. Ini adalah suatu kebohongan publik. Banyak dari anggota DPR yang tidak hadir, tidak menanyakan sesuatu pun pada calon yang dites (karena yang hadir hanya di bawah 10 orang dari 54 orang yang punya hak pilih), tetapi ketika voting mereka bisa menentukan pilihan. Hal ini sulit diterima akal sehat, karena tentu tidak mungkin terjadi pada OJK tanpa melakukan fit and proper test calon direksi bank yang baru otomatis lulus. Pasti ada proses interview untuk pendalaman, hal yang beda dilakukan oleh DPR — tidak datang dan tidak tanya bisa memilih. Ini namanya fit and proper test formalitas tanpa uji kompetensi dan kepatutan yang benar.
Mereka sudah mencederai demokrasi. Jangan kaget jika ada anggota masyarakat yang berpendapat DPR telah merampas hak rakyat untuk mendapatkan pejabat publik terbaik melalui proses fit and proper test.
Sudah saatnya masyarakat berani menyuarakan haknya. DPR sering dengan seenaknya mengkritik Pemerintah. Lalu siapa yang bisa mengkritik mereka? Rakyat yang harus bertindak karena wakil rakyat sudah merugikan hak rakyat. Menurut saya harus ada pihak-pihak yang berani mengangkat persoalan ini. Agar demokrasi kita semakin cerdas dan dewasa. Bukan demokrasi taman kanak-kanak seperti kata Gus Dur. Sejatinya kepentingan rakyat untuk mendapatkan pejabat publik yang kompeten telah “dirampas” DPR dengan mengatasnamakan demokrasi yang kekanak-kanakan ini. (*)
Penulis adalah Pimpinan Redaksi Majalah Infobank