Secara logika, walaupun secara politis sangat mungkin terjadi, sungguh sangat patut dipertanyakan jika seorang calon Ketua Dewan Komisioner OJK ternyata tidak dapat menjadi anggota Dewan Komisioner OJK. Lantas Panitia Seleksi yang telah dipilih oleh Presiden tentu dipertanyakan proses seleksinya vis-à-vis pemilihan yang dilangsungkan oleh DPR.
Walaupun proses politis dan demokrasi memungkinkan hal ini terjadi, hendaknya kita kembali bercermin kepada UU OJK yang dilegislasikan oleh DPR sendiri, dan fungsi OJK yang secarajelas dan tegas disebutkan di dalam UU OJK sendiri sebagai lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain. Jika dalam proses pemilihan Dewan Komisioner OJK ternyata lebih sarat politis, lantas bagaimana sifat bebas dari campur tangan pihak lain ini akan mampu dijalankan; jika sejak dari hulu pemilihan Dewan Komisioner OJK saja sudah dipolitisir?
Terlebih lagi, terlepas dari polemik tersebut; seluruh anggota Dewan Komisioner bersifat kolektif dan kolegial. Demi berlangsungnya kinerja yang lebih baik di OJK dan pertumbuhan ekonomi yang merata, marilah kita laksanakan isi dan amanat dari UU OJK untuk kemaslahatan ekonomi; dan bukan hanya mengenai kepentingan politis berdasarkan diskresi yang ada.
Harapannya DPR perlu mengembalikan pemilihan sesuai dengan UU No. 21 tahun 2011 tentang OJK tanpa disetir oleh tangan-tangan yang tidak jelas, karena OJK mengelola sektor keuangan yang kalau sarat politik akan dapat menghancurkan sistem keuangan dengan kerugian yang tentu sangat besar seperti krisis perbankan tahun 1998 lalu. (*)