Menyimak Kinerja Bank Mayapada, Laporan BPK Terkait Administrasi Tak Lagi Relevan

Menyimak Kinerja Bank Mayapada, Laporan BPK Terkait Administrasi Tak Lagi Relevan

Oleh: Eko B. Supriyanto, Chairman InfoBank Institute

BANK MAYAPADA merupakan salah satu bank dari tujuh bank yang disebut-sebut dalam laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pekan lalu, BPK mengumumkan, ada tujuh bank yang terkait audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019. Dalam laporannya, BPK menyinggung fungsi pengawan yang dilakukan oleh OJK terhadap beberapa bank yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Menurut Ikhtiar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019 BPK itu, ada berbagai hal yang disoroti oleh BPK kepada tujuh bank itu. Kadar masalahnya masing-masing bank berbeda. Dan, sebagian besar temuan sudah ditindak lanjuti. Apalagi, audit itu dilakukan dari tahun 2017-2019.

“Kepada kami sebenarnya sudah ada surat yang menyatakan bahwa sebagian dari temuan-temuan tersebut sudah ditindaklanjuti khususnya di beberapa bank. Jadi sudah ada progres, dan memang akan kami pantau karena pemantauan tindak lanjut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam siklus pemeriksaan kami,” kata Agung Firman Sampurna kepada media di Jakarta, (Senin/11/5/2020).

Khusus Bank Mayapada yang juga disebut dalam audit pengawasan OJK menyangkut administrasi dan operasional. Tidak seperti bank-bank lain menyangkut permodalan, atau masalah Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), hapus buku, fasilitas kredit atau koreksi atas nonperforming loan (NPL). Dan, sebagian besar bank sudah menindaklanjuti, termasuk Bank Mayapada. Temuan menyangkut penilaian dan kepatutan direksi dalam fit and proper test seorang direksi Bank Mayapada.

Menurut Haryono Tjahjarijadi, Direktur Utama Bank Mapada, temuan yang bersifat administrasi dan operasional yang disebutkan dalam pemberitaan hasil audit BPK terhadap OJK tahun 2019 seluruhnya sudah diselesaikan.”Sesuai tengat waktu, aturan dan ketentuan OJK yang berlaku,” kata Haryono.

Itu artinya, temuan BPK yang diumumkan sudah tidak relevan lagi. Dan, lebih dari itu tidak ada hubungan dengan kinerja Bank Mayapada saat ini dengan temuan administrasi dan operasional dari BPK. Itupun, sudah dilaporkan sesuai Laporan Keuangan Audit per 31 Desember 2019 yang diaudit oleh KAP Kosasih, Nurdiyaman, Mulyadi, Tjahjo & Rekan (Crowe Indonesia). Laporan keuangan itu sudah dipublikasikan di berbagai media nasional sebagai bagian dari keterbukaan.

Bank Mayapada Masuk 15 Besar

PT Bank Mayapada Tbk (MAYA), lahir atas berkah Pakto-88. Sudah 30 tahun ikut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Kini, menurut data dari Biro Riset InfoBank, Bank Mayapada termasuk 15 bank terbesar di Indonesia di luar bank milik asing. Jika digabungkan dengan bank di Indonesia termasuk kepemilikan asing (di luar cabang bank asing), Bank Mayapada masuk kelompok 20 besar. Per April 2020, asetnya Rp92,5 triliun, atau naik dibandingkan periode sama tahun 2019 yang posisi asetnya Rp87,76 triliun. Kinerja baik aset, dan dana pihak ketiga terus tumbuh. Lihat saja, DPK nya tetap tumbuh, dari Rp72,14 triliun pada April 2019 menjadi Rp72,75 triliun dari setahun sebelumnya. Juga, rasio-rasio keuangan yang dalam posisi sound. Lebih jauh, tampaknya Bank Mayapada bertumpu pada kualitas, terutama pada kualitas aset produktif.

Menurut data Biro Riset Infobank, ketahanan modal Bank Mayapada terus membesar. Apalagi dengan aset yang terus tumbuh, pemegang saham terus menambah modal. Menurut keterbukaan informasi, beberapa waktu lalu, pemegang saham telah menambah modal Rp3,75 triliun. Akhirnya, total modalnya menjadi Rp16,97 triliun. Nah, setelah proses right issue selesai, sampai akhir tahun ini akan menambah modal totalnya, Rp4,5 triliun. Artinya, akan ada penambahan modal lagi Rp750 miliar.

Sampai akhir April 2020, posisi capital adequacy ratio (CAR) Bank Mayapada berada pada posisi 17,9 persen. Atau, naik dibandingkan periode yang sama tahun 2019 lalu yang masih 14,56%. Jika dibandingkan akhir tahun 2019, posisi CAR nya juga masih lebih baik. Tahun lalu CAR nya pada angka 16,18 persen.

Jika memperhatikan, langkah kredit Bank Mayapada menuju kualitas kredit. Tidak lagi menggenjot pertumbuhan. Tapi, terutama menyangkut kualitas aset produktif. Pertumbuhan Bank Mayapada lebih banyak akan bertumpu pada dana pihak ketiga. Akibatnya, Bank Mayapada tampak lebih konservatif.

Posisi loan to depositi rasio (LDR), tampak Bank Mayapada sebagai bank yang hati-hati. Posisi LDR nya masuk jalur aman, yaitu 76 persen, meski dapat dikatakan sangat hati-hati. Hal ini, bisa terjadi karena pertumbuhan dana pihak ketiga makin meningkat. Sementara kredit terus difokuskan pada kualitasnya. Kredit yang diberikan per April 2020 menjadi Rp55 triliun dari periode yang sama yang Rp66,17 triliun. Bank-bank di masa relaksasi ini, sebagai efek Covid-19, pilihan meningkatkan kualitas kredit. Juga, menyangkut likuiditas. Dan, itu dilakukan oleh Bank Mayapada jika memperhatikan kualitas kredit. Posisi NPL masih dalam batas aman, yaitu 2,48. Atau, masih di bawah rata-rata industri perbankan yang masih pada kisaran 2,79 persen.

Jika dikaitkan dengan temuan BPK terkait audit OJK 2019, jelas tidak ada relevansinya. Apalagi, temuan yang sifatnya administrasi dan operasional, seperti diungkapkan manajemen Bank Mayapada sudah tidak ada isu lagi. Tahun ini, dengan penambahan modal Rp4,5 triliun tentu akan membuat kokoh Bank Mayapada yang didirikan Dato’ Sri Tahir ini.

Jadi Bank Jangkar

Hal yang paling menarik dari Bank Mayapada, dengan posisinya yang masuk 15 bank terbesar, maka masuklah Bank Mayapada sebagai Bank Peserta. Bank Peserta menurut Peraturan Pemerintah Nomer 23 Tahun 2020 Tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) adalah termasuk dalam kategori 15 bank beraset besar.

Nantinya, pemerintah dalam menempatkan dana yang ditujukan untuk memberi likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit, pembiayaan, dan atau memberikan tambahan kredit (pasal 10 ayat 1). Nah, penembatan dana dilakukan kepada Bank Peserta.

Bank Peserta ini, oleh Infobank disebut “Bank Jangkar”. Lalu, Bank Peserta ini setidaknya 51 persen sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI). Dan, “bank Jangkar”ini merupakan bank sehat. Dan, dengan kriteria itu, Bank Mayapada menjadi dapat julukan “Bank Jangkar” yang akan ditentukan Menteri Keuangan RI berdasarkan informasi Ketua Dewan Komisioner OJK.

Nah, tugas dari “Bank Jangkar” ini berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas bagi Bank Pelaksana yang membutuhkan dana. Pendeknya, pemerintah mengucurkan dana ke “Bank Jangkar”. Lalu, “Bank Jangkar” ini menyalurkan dana ke Bank Pelaksana. Tapi, syaratnya Bank Pelaksana ini juga harus sehat.

Jadi, Bank Mayapada termasuk Bank Jangkar jika mengacu pada kriteria PP Nomer 23 Tahun 2020. Beraset 15 besar, dimiliki oleh WNI dan dalam kondisi sehat. Dengan demikian, hasil audit BPK tahun 2019 lalu, sudah tidak ada relevansinya. (*)

Related Posts

News Update

Top News