Oleh: Piter Abdullah Redjalam, Direktur Riset CORE Indonesia
Industri Asuransi Indonesia mengalami banyak tantangan dalam beberapa tahun terakhir. Mega skandal di Jiwasraya dan Asabri serta permasalahan yang berkepanjangan di Bumiputera memunculkan gelombang tsunami yang mengikis kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi. Belum lagi kasus-kasus gagal bayar yang juga terjadi di beberapa perusahaan asuransi nasional, seperti misalnya Asuransi Jiwa Kresna Life dan Bakrie Life.
Masyarakat yang sudah menipis kepercayaannya kepada industri asuransi semakin meninggalkan asuransi. Industri asuransi di Indonesia diyakini sudah di ambang kehancuran.
Apalagi memasuki tahun 2020 Indonesia dihantam pandemic. Perekonomian sejak awal diperkirakan akan terdampak negatif dan mengalami kontraksi. Sektor keuangan termasuk industri asuransi juga diyakini akan mengalami tekanan yang besar. Permasalahan di sektor riil dipastikan akan merambat ke sektor keuangan.
Pada tahun 2020 hingga awal tahun 2021, perekonomian benar-benar tenggelam dalam gelombang resesi akibat pandemic. Tetapi sektor keuangan yang tadinya diperkirakan akan ikut ambruk ternyata mampu bertahan. Perbankan, sektor keuangan yang terbesar, bahkan tidak hanya sekedar terhindar dari lonjakan NPL tetapi juga mampu mencetak laba yang tinggi. Demikian juga dengan industri asuransi, mampu tetap bertahan dan bahkan tumbuh positif.
Merujuk data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga Juli 2021 aset Industri Asuransi mampu tumbuh positif 8,11 persen (yoy) dengan nilai mencapai Rp949,44 triliun.
Indikator-indikator industri asuransi juga menunjukkan kondisi yang stabil dan sehat. Risk-based capital asuransi jiwa mencapai 654 persen dan asuransi umum 347 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Sedangkan rasio kecukupan investasi asuransi umum tercatat mencapai 175 persen dan asuransi jiwa 112 persen, cukup besar di atas threshold 100 persen.
Peran OJK
Solidnya sektor keuangan, termasuk industri asuransi, dalam menahan tekanan di tengah pandemic tidak lepas dari kecepatan dan ketepatan kebijakan mengantisipasi dampak pandemic dari OJK. Kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit misalnya, sangat membantu Perbankan dan Leasing mempertahan tingkat Non Performing Loan (NPL) di level yang relatif rendah sehingga asset yang mereka miliki tetap produktif dan membantu keberlangsungan industri.
Sementara itu untuk menjaga kinerja industri asuransi di tengah pandemic, OJK antara lain melakukan relaksasi perhitungan tingkat solvabilitas dan menunda penetapan sanksi atas pelanggaran ketentuan ekuitas minimum perusahaan pialang. Kebijakan ini memberikan ruang dan nafas kepada industri asuransi untuk bertahan dan bahkan mampu tumbuh meskipun dilanda pandemic.
Penyelesaian Kasus
Meskipun di tengah badai pandemic, upaya penyelesaian kasus-kasus asuransi terus berjalan. Kasus Jiwasraya diselesaikan dengan skema restrukturisasi polis dan bail in dengan suntikan modal pemerintah (PMN) sebesar Rp22 triliun.
Pemerintah pertama-tama menetapkan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebagai BUMN Holding Perasuransian dan Penjaminan dengan nama Indonesia Financial Group (IFG). Selanjutnya dengan suntikan modal dari pemerintah IFG membentuk IFG Life yang kemudian menerima transfer polis dari Jiwasraya untuk diselesaikan.
IFG Life diharapkan bisa tumbuh menjadi perusahaan asuransi jiwa yang professional dengan dukungan ekosistem dan konsesi bisnis dari pemerintah. Dengan demikian IFG Life tidak hanya sekedar menyelesaikan permasalahan pembayaran polis Jiwasraya tetapi juga membantu tumbuh kembangnya industri asuransi nasional. Tantangannya adalah bagaimana pemerintah bisa menjaga konsistensi kebijakan guna membesarkan IFG Life.
Penyelesaian kasus Asabri lebih sederhana. Permasalahan di Asabri lebih berbentuk penyalahgunaan atau korupsi, bukan permasalahan gagal bayar. Oleh karena itu penyelesaian di Asabri lebih banyak dilakukan melalui proses hukum atas pelaku korupsi guna mengembalikan asset atau kekayaan milik Asabri.
Permasalahan yang lebih kompleks adalah permasalahan di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB). Bentuk dan kepemilikan AJBB yang unik – perusahaan swasta berbentuk mutual – menjadi keunggulan sekaligus kelemahan AJBB.
Permasalahan gap asset dan kewajiban yang terus memburuk dan menyebabkan gagal bayar kewajiban kepada pemegang polis sesungguhnya bisa dengan mudah diatasi apabila AJBB menjalankan mekanisme yang ada sebagai perusahaan mutual sejak awal ketika gap asset dan kewajiban masih relatif kecil.
Sesuai bentuknya sebagai perusahaan mutual, pemegang polis adalah pemilik perusahaan. Ketika ada kerugian seharusnya AJBB segera mengakui kerugian tersebut dan menjadikannya beban bersama seluruh pemegang polis. Sayangnya hal ini tidak pernah dilakukan, dan kerugian terus membesar.
Permasalahan di AJBB menjadi semakin kompleks ketika terjadi kekosongan Badan Perwakilan Anggota (BPA), yang merupakan Lembaga tertinggi di AJBB. Tanpa adanya BPA dapat dikatakan mustahil bisa menyelesaikan permasalahan di AJBB.
Upaya menyelesaikan permasalahan di AJBB terus dilakukan oleh OJK. Terakhir, OJK memfasilitasi kesepakatan semua stakeholder AJBB untuk membentuk panitia seleksi BPA. Terpilihnya ketua dan anggota BPA yang baru diharapkan menjadi awal penyelesaian secara menyeluruh permasalahan di AJBB.
Musim Semi
Industri Asuransi memiliki peran besar dalam perekonomian suatu negara. Tidak hanya memperkuat pasar keuangan, industri asuransi juga secara langsung membantu kelancaran sektor riil dengan memberikan penjaminan sekaligus memperkuat sejtor eksternal. Kurang berkembangnya industri asuransi bisa menyebabkan permasalahan di current account sebagaimana yang kita alami selama ini. Negara-negara maju pada umumnya memiliki industri asuransi yang kuat.
Perekonomian nasional diyakini akan segera pulih seiring meredanya pandemi. Tidak hanya sekedar bangkit dari keterpurukan, perekonomian nasional diharapkan bisa tumbuh lebih tinggi. Kenaikan harga komoditas dan berbagai kebijakan pemerintah yang akomodatif terhadap dunia usaha bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pasca pandemic.
Pulih dan bangkitnya ekonomi pasca pandemic seharusnya juga menjadi momentum memperkuat peran industri asuransi dalam perekonomian nasional. Hal ini bisa dilakukan apabila penyelesaian kasus-kasus asuransi dapat dipercepat, diikuti dengan peningkatan kualitas pengaturan dan pengawasan secara konsisten agar kasus-kasus tersebut tidak pernah lagi terulang.
Dengan demikian kepercayaan masyarakat kepada industri asuransi nasional akan terus terjaga dan semakin baik. Ketika kepercayaan masyarakat sudah semakin baik kita akan mengalami musim semi industry asuransi. (*)