Jakarta – Pengaturan Uni Eropa (UE) mengenai produk bebas deforestrasi atau European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) masih menjadi isu hangat belakangan ini.
Regulasi EUDR yang rencananya diberlakukan pada Januari 2025 ini menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi pelbagai sektor di Indonesia, khususnya dalam komoditas seperti minyak sawit, kayu, karet, kopi, dan kakao.
Menanggapi regulasi tersebut, Universitas Trisakti melalui CECT Sustainability menyelenggarakan seminar bertajuk “EUDR: Navigating Multi-Commodity Challenges & Fostering Sustainable Business Practices”.
Seminar ini menghadirkan lebih dari 100 peserta yang terdiri dari perwakilan perusahaan, pejabat pemerintah, manajer CSR, akademisi, dan praktisi keberlanjutan.
Lantas, bagaimana kesiapan Indonesia menghadapi EUDR?
Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa, dan Sumber Daya Alam Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI Musdhalifah Machmud menyampaikan pandangannya tentang peluang dan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penerapan EUDR.
Baca juga : Setoran Pajak Digital Tembus Rp27,85 Triliun per Agustus 2024
Ia mengatakan, Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa sepakat untuk membentuk Gugus Tugas Ad Hoc (Ad Hoc Joint Task Force) on European Union Deforestation Regulation (EUDR) untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.
“Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR.,” katanya, dikutip Rabu, 18 September 2024.
Deputi Direktur Market Transformation dari RSPO Dr. M. Windrawan Inantha pun menyoroti pentingnya penelusuran rantai pasok (traceability) dalam industri sawit.
Ia menyampaikan bahwa RSPO telah mengembangkan inisiatif yang memperkuat keterlacakan produk kelapa sawit, yang sejalan dengan kebijakan EUDR.
“Keterlacakan yang kuat akan meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar Eropa,” ujarnya.
Baca juga : Lewat Program Ini, Donald Trump Bakal Pangkas Pajak Perusaahaan AS
Dari sisi perusahaan, Kepala Bidang Keberlanjutan PT Wilmar International Ir. Pujuh Kurniawan M.M, memaparkan kesiapan perusahaan dalam menghadapi EUDR.
Ia menyebutkan, PT Wilmar telah mengimplementasikan praktik keberlanjutan di perkebunannya, dan regulasi EUDR akan mendorong industri sawit untuk lebih transparan dalam rantai pasok.
Sementara itu, Amalia Zuhra SH. LLM. Ph.D., Ahli Hukum Lingkungan dari Universitas Trisakti, membahas bagaimana hukum dan regulasi di Indonesia dapat selaras dengan ketentuan EUDR.
“Penyelarasan ini penting untuk memastikan pelaku industri (kayu, sawit dan komoditas lainnya) di Indonesia dapat mematuhi regulasi nasional dan internasional tanpa konflik, mengurangi biaya kepatuhan, dan mempermudah proses sertifikasi,” bebernya.
Tantangan Implementasi EUDR di Indonesia
Dalam diskusi, berbagai tantangan dalam penerapan EUDR di Indonesia juga dibahas. Pertama, keterlacakan dan transparansi rantai pasok yang mana EUDR menuntut tingkat keterlacakan yang tinggi, dari produksi di lahan hingga produk akhir.
Di Indonesia, terutama untuk sawit yang melibatkan banyak petani kecil independen, tantangan ini cukup besar. Petani kecil sering tidak memiliki sertifikasi atau sistem yang memadai untuk memenuhi standar keterlacakan fisik dari lahan mereka ke konsumen Eropa.
Kedua, perubahan kebijakan dan adaptasi industri. Diketahui, industri sawit Indonesia perlu waktu untuk beradaptasi dengan regulasi baru ini. Banyak pelaku usaha belum familiar dengan persyaratan EUDR, sehingga perlu ada pelatihan dan sosialisasi yang lebih intensif.
Ketiga, regulasi yang tumpang tindih. Perbedaan dalam standar keberlanjutan antara Indonesia dan UE bisa mempersulit pelaku industri untuk mematuhi kedua regulasi secara bersamaan. Harmonisasi kebijakan masih menjadi tantangan utama.
Keempat, kolaborasi dan inovasi untuk masa depan. Di mana, acara ini juga membuka ruang bagi peserta untuk berbagi praktik terbaik dan membangun jaringan kolaborasi dalam menghadapi tantangan keberlanjutan.
Diskusi ini menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas akademik untuk mendorong inovasi yang dapat membantu sektor-sektor industri Indonesia tetap kompetitif di pasar global.
Rektor Universitas Trisakti Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, mengatakan, acara ini merupakan inisiatif Universitas Trisakti sebagai bagian dari upaya untuk mendorong dialog dan inovasi terkait isu-isu keberlanjutan, baik di tingkat nasional maupun global.
Universitas Trisakti juga berkomitmen untuk menjadi One Stop Learning for Sustainable Development yang berarti Universitas Trisakti menyediakan ruang untuk belajar, berdiskusi, dan berkolaborasi demi mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. (*)