Jakarta – Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan penjelasan Pasal 30 Undang-Undang (UU) Jaminan Fidusia dinilai masih sulit diimplementasikan oleh segenap debitur dan kreditur. Karena ada poin-poin yang dianggap bersifat inkonstitusional. Padahal UU ini hadir untuk memberikan kepastian hukum.
Berkaca pada hal itu, terbitlah Putusan MK No. 71/PUU-XIX/2021 yang intinya bermaksud untuk memberikan penafsiran terhadap frasa “pihak yang berwenang” yang diartikan sebagai pihak yang dapat dimintakan bantuan dalam mengambil objek yang menjadi jaminan fidusia sesuai dengan penjelasan Pasal 30 UU Jaminan Fidusia.
UU Jaminan Fidusia juga berkaitan dengan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 yang memiliki tujuan untuk mengamankan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia, dan demi terselenggaranya pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia secara aman, tertib, lancar, dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Diharapkan dengan dikeluarkannya Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan ini, eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara yang sesuai dengan prosedur hukum, sehingga tidak ada lagi kekerasan serta intimidasi kepada debitur. Bagi kreditur sendiri dengan Peraturan Kapolri ini akan mendapatkan kepastian dan pengamanan hukum dalam melaksanakan eksekusi,” kata AKBP Wawan Muliawan, Subdit V Industri Keuangan NonBank (IKNB) Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, dalam program Talk Show FIF Group, Kamis, 11 Agustus 2022.
Perlu diketahui pada 2022 industri pembiayaan menunjukkan pemulihan dengan pertumbuhan yang positif pada piutang pembiayaan. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyatakan bahwa industri multifinance untuk pembiayaan roda dua berada pada persentase 30,92% dan berdasarkan nilai penyaluran pembiayaan (amount finance) menjadi Rp208,82 triliun dalam periode semester I 2022. Hal ini menjadi angin segar bagi para debitur tetapi oknum-oknum debt collector yang tidak bertanggung jawab yang menggunakan kekerasan dalam praktiknya masih menjadi momok bagi kreditur.
Menurut Akhmad Budi Cahyono, Ahli Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), penerapan hukum dalam melakukan eksekusi jaminan fidusia selama tidak memiliki unsur kekerasan maka tidak melanggar pidana.
“Segala tindakan eksekusi jaminan fidusia tetap dapat dilakukan selama sesuai dengan putusan yang berlaku, di mana debitur mengakui tindakan wanprestasi yang dilakukan serta secara sukarela menyerahkan jaminan fidusianya, sehingga dalam praktiknya perlu dilakukan dengan tindakan-tindakan yang persuasif,” katanya.
Sementara, Setia Budi Tarigan, Operation Director FIF Group menjelaskan, kepada seluruh pelanggan FIF Group untuk selalu berhati-hati terhadap penipuan, pencurian, ataupun perampasan dengan modus penarikan unit yang mengatasnamakan FIF Group. Ia meminta debitur atau konsumen untuk selalu memeriksa legalitas petugas yang akan menarik unit kendaraan.
“Pastikan kelengkapan identitas orang yang melakukan penarikan unit sudah lengkap, seperti mampu menunjukan surat penugasan resmi dan kepemilikan identitas serta bukti bahwa unit terdaftar di aplikasi internal FIF Group,” pungkasnya. (*) Fatin
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More